Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Bagi Korban KDRT, WFH Itu Mengerikan

Wilda Fajriah , Jurnalis-Kamis, 11 Juni 2020 |15:18 WIB
Bagi Korban KDRT, WFH Itu Mengerikan
KDRT (Foto: Bridge Magazine)
A
A
A

Di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), terdapat dugaan bahwa tingkat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih sama banyaknya dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau laporan kasus KDRT turun, bisa jadi karena work from home (WFH) dan PSBB yang membuat korban kekerasan kehilangan akses untuk melaporkan kasus KDRT.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Kekerasan dalam Rumah Tangga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ali Khasan mengatakan, pihaknya dalam setiap kesempatan mendorong lembaga penyedia layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dan petugas layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk pro aktif dalam menjemput bola kasus KDRT di wilayah mereka. "Jangan hanya pasif menunggu laporan datang, tapi harus pro aktif."

 KDRT

Seperti dilansir dari website Kemen PPPA, Psikolog sekaligus perwakilan Pusat Pelayanan Dan Perlindungan Keluarga Cilegon (P3KC) Kota Cilegon, Kurniatin Koswara menjelaskan, pola pelaporan kasus dengan lebih pro aktif dalam menjemput bola kasus KDRT merupakan salah satu solusi terbaik saat ini.

“Kami di sini melakukan pola pelayanan menjemput bola berjejaring dengan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Kader RT/RW, Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam), Bintara Pembinaan Desa (Babinsa), dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) yang lebih jeli melihat potensi terjadi KDRT dan Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di daerahnya," ujar Kurniatin belum lama ini.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement