SADAR atau tidak, kesenian dan budaya tradisional Indonesia mulai tergerus oleh arus globalisasi yang kian tak terbendungkan. Masuknya kebudayaan asing di Tanah Air seolah menjadi hiburan baru bagi masyarakat, namun di sisi lain justru mengesampingkan keberagaman budaya yang kita miliki.
Hal inilah yang melatarbelakangi Anna Kunti Pratiwi dan teman-temannya mendirikan komunitas perempuan bertajuk Arkamaya Sukma. Visi dan misi mereka sebetulnya tidak muluk-muluk. Mereka ingin melestarikan kesenian budaya tradisional Indonesia kepada orang-orang di sekitarnya.
Ya, sebagai perempuan dan juga ibu dari generasi muda penerus bangsa, Kunti dan teman-tamannya merasa prihatin bahwa generasi muda saat ini lebih mengenal dan mencintai budaya asing. Ironi memang, perkembangan tekonogi seperti televisi media maupun online telah mengikikis kebudyaan Indonesia perlahan.
"Kami ingin meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia dan dunia terhadap karya budaya bangsa Indonesia. Tidak perlu jauh-jauh dulu, paling tidak bisa menarik perhatian anak-anak kami," terang Kunti saat ditemui Okezone di bilangan Jakarta Selatan, belum lama ini.
Sejarah Arkamaya Sukma Berawal dari Tantangan Pastur
Dibentuk setelah acara reunian kampus pada 2016 silam, Kunti mendapat tantangan menarik dari seorang pastur yang sempat membimbing mereka saat masih tergabung dalam UKM Mahasiswa/i Katolik Universitas Indonesia.
"Jadi waktu itu ada peringatan Imamat yang ke-50, terus beliau menantang kami, 'coba donk kalian menari pada saat acara'," ungkap Kunti.
"Tantangan tersebut kami terima karena momentumnya juga sangat tepat. Setelah reuni, kami memang selalu cari cara supaya momen kumpul-kumpulnya tidak hilang, jadi akhirnya kami putuskan untuk menerima tantangan tersebut," timpalnya.