“Perahu kecil tersebut membawa logistik makanan, akhirnya kami baru bisa makan sekira pukul 22.00 WIB, itu pun dikirim secara mandiri dari kantor anaknya kerabat. Ibu hamil baru kemudian dievakuasi bersama anak kecil dan orang sakit juga,” tutur Hendy.
Dalam proses perjuangannya melakukan evakuasi, ternyata tidak semua warga ikut ke perahu. Sebagian memilih bertahan di lantai dua rumah masing-masing dengan alasan menjaga barang-barang dari maling.
Alhasil Hendy dan para pemuda lainnya kembali menerjang banjir untuk membeli persediaan logistik bagi warga yang tetap tinggal tersebut.
“Fokusnya beli makanan berat seperti nasi warteg sama air minum yang dibanyakin. Untuk pembagian logistik secara mandiri dilakukan pada 2 Januari 2020 mulai dari pagi hari dan baru berakhir sekira pukul 16.00 WIB. Hingga per 2 Januari 2020 debit air banjir masih setinggi dada orang dewasa,” tuturnya.
Lebih lanjut Hendy menjelaskan, warga dan dirinya khawatir kemalingan karena pada masa bencana banjir tahun-tahun sebelumnya, banyak rumah yang kemalingan. Perumahannya dirasa potensial disasar begundal karena mayoritas penghuninya sudah sepuh, usia 50-60 tahunan.