Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Soal Rokok Elektrik, Indonesia Disarankan Belajar dari Korea Selatan

Dimas Andhika Fikri , Jurnalis-Senin, 30 September 2019 |18:07 WIB
Soal Rokok Elektrik, Indonesia Disarankan Belajar dari Korea Selatan
Ilustrasi Vape. (Foto: Reuters)
A
A
A

BEBERAPA minggu belakangan, rokok elektrik memang menjadi sorotan karena berbagai kasus. Ada beberapa rokok elekterik yang meledak, atau digugat karena dianggap membuat kanker.

Para peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) menegaskan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya harus melakukan kajian ilmiah terhadap produk tembakau aktif.

Menurut salah seorang peneliti YPKP, Amaliya, mengatakan kajian ilmiah ini perlu dilakukan untuk meluruskan opini negatif yang sudah terbentuk karena minimnya fakta terhadap produk rokok elektronik.

"Pemerintah dapat belajar dari negara-negara yang sudah lebih dulu menerapkan produk tembakau alternatif untuk menurunkan angka perokok, seperti di Korea Selatan," ujar Amaliya saat ditemui di bilangan Jakarta Pusat, Senin (30/9/2019).

Amaliya pun membeberkan sejumlah data yang ia dapatkan, di Asia Harm Reduction Forum (AHRF) untuk ketiga kalinya pada 29 Agustus 2019 lalu. Dalam konferensi di Seoul, Korea Selatan tersebut, disebutkan bahwa jumlah perokok aktif di Korea mengalami penurunan hingga 1,3% dari total perokok pria di tahun 2017 yang mencapai 39,3%.

Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Korea Selatan yang melegalkan peredaran produk tembakau alternatif.

Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Korea Selatan yang melegalkan peredaran produk tembakau alternatif.

"Di sana itu kondisinya sangat mendukung. Semua diberi fasilitas oleh pemerintah, dan prinsip mereka sangat kuat. Tembakau alternatif ini tidak boleh dibeli atau digunakan oleh anak di bawah umur atau usia legalnya 18 tahun," terang Amaliya.

Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko pada 2018 lalu juga dinilai memperkuat argumentasi, produk tembakau alternatif lebih aman dibandingkan rokok konvesional. Risiko tembakau alternatif atau tingkat toksisitas digadang-gadang 95% jauh lebih rendah dibanding rokok konvensional.

"Produk tembakau alternatif itu kan hanya dihangatkan dengan suhu maksimal mencapai 300 derajat celcius. Berbeda dengan rorok yang dibakar bisa sampai 700 derajat celcius. Tapi bukan berarti bebas risiko, masih ada 5% risikonya," tambah Amaliya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement