Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ungkapan Hati Nasib sang Penyuci Keris, Pernah Tangani Punya Bule Swiss!

Muhammad Sukardi , Jurnalis-Minggu, 01 September 2019 |12:01 WIB
Ungkapan Hati Nasib sang Penyuci Keris, Pernah Tangani Punya Bule Swiss!
Nasib sendang Menyuci Keris. (Foto: Okezone)
A
A
A

DUDUK di meja kerjanya yang sudah keropos, seorang pria dewasa mengenakan kaos putih berlogo burung Garuda. Dia sibuk membakar arang namun tetap menyambut salam. "Waallaikum salam. Masuk-masuk," katanya dengan logat Jawa kental.

Senyum hangat diberikan pertama kali. Karena sudah paham apa maksud dan tujuan, dia memulai dengan kalimat singkat, "Mau liat proses jamasan ya?". Setelah itu dia mengenalkan diri, Nasib Hadi Prayitno namanya. Kemenyan bubuk mulai dia taburi di atas bara api.

Nasib, biasa dia dipanggil, tampil layaknya orang keraton Yogyakarta, lengkap dengan blangkon warna cokelat tua yang sedari awal sudah dia kenakan.

Saya pun diajak berkeliling untuk melihat bagaimana dia bekerja. Ya, di ruangan meja kerjanya, ada ruangan lain dan itu adalah ruang penyucian keris, tempat dia bekerja selama sekitar 22 tahun lamanya. Ruangan yang dia hafal betul letak dan posisi barang-barangnya.

Setelah memberitahu proses penyucian keris, Nasib duduk di bangku belakang meja kerjanya. Dia tak menutup diri untuk membongkar siapa dirinya, termasuk pengalaman dia bekerja selama itu di Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

Termasuk pengalaman dia bekerja selama itu di Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

Sebenarnya, dia telah bekerja di sana selama 26 tahun, namun pertama kali datang ke TMII, Nasib masih menjadi tukang reparasi rangka keris, belum bertugas sebagai penyuci keris. Dia datang ke TMII bersamaan dengan datangnya 4.000 lebih keris yang dihibahkan Sri Lestari Masagung.

"Saya datang bareng keris-kerisnya ibu. Saya sudah sejak awal bekerja di sini dan banyak hal yang dilalui di Museum Pusaka ini," ungkap Nasib memulai kisahnya.

Lantas, darimana dia mendapat ilmu penyucian keris ini? Sambil tertawa kecil dia berkata, "Saya nggak belajar sama sekali. Ya, bisa karena melihat orang saja. Kita di sini enggak diajari. Belajar sendiri tanpa bimbingan," katanya.

Dia pun menjelaskan, mungkin ilmu ini datang karena dirinya kerap penasaran dengan apa yang dilakukan penyuci keris sebelumnya. Dia kadang masuk ke ruang penyucian keris, dan melihat cara-cara menyucikan keris. Dari situ dia mulai mencoba dan sekarang sudah 22 tahun menjalani profesi ini.

Nasib menuturkan, kakeknya yang bernama Mbah Karyo Suwito dari Wonosari, Yogyakarta, memang menjadi penyuci keris di desanya. Sang kakek juga kerap dituakan oleh warga desa. Apakah ini ilmu tak langsung dari kakeknya?

"Tapi kakek saya pun nggak ngajarin. Jadi, ya, cuma tahu saja kakek penyuci keris, sudah. Enggak ada itu dia ngajar-ngajarin saya," ungkapnya tertawa.

Jadi, dapat dikatakan kalau ilmu Nasib datang dengan sendirinya. Mungkin, bisa dibilang berkah untuknya juga karena memiliki keahlian yang tak sembarang orang mau memilikinya.

Nasib menegaskan, jamasan itu bisa dilakukan siapa saja. Tapi, stigma 'keris ada isinya' yang akhirnya bikin takut orang untuk belajar. Padahal, semuanya biasa saja.

Bekerja begitu lama menjadi penyuci keris ternyata membuat Nasib bangga dengan dirinya. Sangat sederhana kebahagiaan yang dia dapatkan dari pekerjaan tersebut.

Sangat sederhana kebahagiaan yang dia dapatkan dari pekerjaan tersebut.

"Buat saya, menyuci keris itu tidak sepele, pekerjaan ini membuat saya bahagia. Sesederhana saya melihat keris yang awalnya berkarat, setelah saya mandikan, dia kembali seperti baru. Melihat itu, saya merasa bangga dengan apa yang telah saya lakukan," ungkapnya sedikit haru.

Matanya memerah, suaranya pun memberat. Dengan suara agak serak dia mengatakan, pekerjaan ini akan terus dia jalani sampai dia meninggal dunia. Hal itu didasari karena begitu cintanya Nasib dengan kebudayaan keris ini dan tak ingin keris lenyap di makan zaman.

"Kalau waktunya saya pensiun, saya tetap akan mencintai keris. Caranya adalah dengan membuka sendiri praktik penyucian keris di luar Museum Pusaka. Saya ingin mengabadikan diri saya pada tradisi ini dan saya bangga melakukannya," katanya.

Ditanya apakah orangtua ikut bangga dengan apa yang dikerjakan, Nasib menjelaskan kalau ayahnya telah wafat sebelum dia tahu Nasib berprofesi seperti sekarang ini. Namun, ibunya tahu kalau dia bekerja sebagai penyuci keris.

"Si mbok tahu saya kerja sebagai penyuci keris. Si mbok saat saya ceritakan pekerjaan saya, dia cuma bilang; Nggak apa-apa, yang penting kamu bahagia dan betah. Si mbok bilang gitu dan itu membuat saya kuat menjalani pekerjaan ini," sambung Nasib.

Ada satu hal yang pernah dilakukan Nasib dan itu mungkin sesuatu yang luar biasa buatnya. Adalah mengajak si mbok melihat langsung pekerjaan anaknya tersebut. Ya, Nasib membawa si mbok yang berusia sekira 80-an ke Museum Pusaka TMII dan diajak ke ruang penyucian keris.

"Ini si mbok tempat saya bekerja. Begini lah anakmu ini bekerja," perkataan Nasib pada si mbok kala itu. Nasib menceritakan, si mbok kemudian bilang, "Tak apa, yang penting kamu senang, ndok," ucap si mbok seperti diterangkan Nasib. Momen itu menjadi momen yang tak akan pernah dilupakan Nasib sampai kapan pun.

Momen itu menjadi momen yang tak akan pernah dilupakan Nasib sampai kapan pun.

Tak lengkap rasanya kalau bertemu dengan penyuci keris pusaka tapi tidak menanyakan hal mistis. Nasib pun terbuka mengenai hal ini dan mau membagikan sedikit kisahnya.

Namun, Nasib memulai kisah dengan kalimat, "Kalau di museum, nggak pernah ada kejadian apa-apa. Semuanya aman". Meski demikian, dia pernah mengalami kejadian mistis di apartemen seorang bule Swiss.

Ya, Nasib menerima panggilan jamasan datang langsung ke rumah. Kebetulan, dia punya klien seorang bule Swiss yang memiliki 20an keris.

Suatu ketika, Nasib datang ke apartemen si bule. Saat melihat keris yang banyak, dia kaget. Tapi, kemudian salut. Setelah itu, pekerjaannya dimulai. Nah, saat pertama kali menyentuh keris si bule, Nasib merasa ada energi lain yang dia rasakan. Ada sesuatu yang coba merasuki tangannya.

Makin lama dia memegang karena menyuci keris tentunya menyentuh langsung barang pusaka tersebut, tangannya makin berat. Sampai akhirnya punggung leher belakangnya terasa sangat berat. Setelah itu dia sadar kalau keris yang dia mandikan ada 'isinya'. Bukan keris sembarangan.

"Anehnya, setelah si keris selesai saya bersihkan, rasa berat di tubuh saya hilang. Tubuh saya seperti normal kembali. Mungkin pengisi keris kaget bukan orang biasanya (orang Solo) yang pegang melainkan saya," paparnya.

 Mungkin pengisi keris kaget bukan orang biasanya (orang Solo) yang pegang melainkan saya,

Nasib menambahkan, memang tak bisa ditampik kalau keris itu ada yang diisi ada juga yang tidak. Mereka yang mengenal dan memiliki sensitivitas lebih akan tahu akan hal tersebut. Tapi, sambung Nasib, jangan sesekali menguji keberadaan penunggu keris.

(Martin Bagya Kertiyasa)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement