KASUS perundungan atau bullying yang dialami seorang siswi SMP di Pontianak menarik perhatian publik tanah air, bahkan dunia. Sebagaimana diketahui, siswi malang bernama Audrey di Pontianak menjadi korban perundungan yang dilakukan oleh 12 siswa SMA pada 29 Maret 2019.
Cerita bermula saat Audrey dijemput oleh salah seorang siswi SMA dari rumah kakeknya. Tak lama berselang, korban dianiaya secara berjamaah. Rambut dijambak, disiram air, hingga kepala dibenturkan ke aspal. Ironisnya, alat vital korban juga menjadi sasaran kekerasan.

Menurut Psikolog Meity Arianty, STP., M.Psi. kasus penganiayaan dan bullying yang kembali melanda ini adalah bentuk kurangnya psikoedukasi tentang bullying kepada guru-guru dan siswa-siswinya.
“Hal ini menjadi sangat penting karena kasus bullying justru banyak terjadi di sekolah yang seharusnya menjadi tempat anak-anak belajar dan mendapatkan nilai-nilai moral,” tutur Mei saat dihubungi Okezone via pesan singkat.
Mei pun mengutip data yang dikeluarkan oleh KPAI bahwa jumlah kasus di sektor pendidikan per 30 mei 2018 mencakup, tawuran 14,3%, kekerasan atau bullying 25,5%, dan putus sekolah 18,7%. Selain itu, ada beberapa alasan yang harus diketahui bersama, mengapa sebagian orang cenderung nekat melakukan bullying.
“Biasanya karena mereka kurang peka, mencari perhatian, modeling perilaku keluarga, mendapatkan reward karena membully, tidak ada kontrol emosi, pernah menjadi korban bully, cemburu, hingga frustasi,” tegas Mei.
