Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Hafizh Kalamullah Hidup dengan Hemofilia, Seolah Jadi "Barang Pecah Belah"

Tiara Putri , Jurnalis-Jum'at, 05 April 2019 |13:00 WIB
Kisah Hafizh Kalamullah Hidup dengan Hemofilia, Seolah Jadi
Kisah inspiratif pria yang menderita hemofilia sejak kecil (Foto: Tiara/Okezone)
A
A
A

DUNIA anak-anak adalah dunia yang penuh bermain. Mereka akan sangat aktif untuk melakukan kegiatan apapun karena itu merupakan bagian dari proses tumbuh kembangnya. Namun, hal tersebut tidak bisa dialami seutuhnya oleh Hafizh Kalamullah.

Sejak usia 2 tahun, Hafizh telah divonis terserang hemofilia yaitu penyakit langka yang membuat proses perdarahan sulit berhenti karena kerusakan pembekuan darah. Kondisi itu membuatnya harus menghindari aktivitas fisik berat seperti bermain bola dengan teman-teman sebaya. Lulusan sarjana komputer itu juga harus terus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani pengobatan dan transfusi darah.

 BACA JUGA : Mengharukan, Bocah 6 Tahun Ini Berlari ke Rumah Sakit Setelah Tak Sengaja Menabrak Anak Ayam

“Awalnya waktu saya usia 6 bulan, ibu saya sudah curiga karena lebam-lebam di bokong. Tapi pas diperiksa katanya tidak apa-apa. Lalu usia 2 tahun balik lagi untuk periksa, kebetulan ibu saya lulusan biologi jadi tahu tentang genetik dan melihat kakaknya ada yang terkena hemofilia,” tutur Hafizh saat ditemui Okezone dalam sebuah acara.

Sejak mendapatkan vonis tersebut, pria kelahiran 9 September 1991 itu mengatakan orangtuanya memperlakukan dia seperti ‘barang pecah belah’. Gerak-gerik Hafizh sangat diawasi dan dia seakan tidak diperbolehkan beraktivitas. Keluarga besarnya pun memberi perlakuan yang sama.

“Di masa kecil, kondisi itu tentu sulit sekali apalagi anak kecil aktivitasnya banyak. Tantangannya luar biasa, sulit untuk menerima saat melihat anak-anak yang lain, teman saya bisa melakukan banyak hal. Tapi akhirnya ya sudah, bisa menerima,” ujar Hafizh.

 

Dirinya mengaku untuk mengalihkan perhatian atau kesenangan karena tak bisa banyak bergerak, Hafizh memilih rajin membaca buku. Kalaupun harus menjalani pengobatan dan menginap di rumah sakit, maka dia tetap belajar. Hal inilah yang kemudian membuatnya menjadi anak berprestasi.

Namun seringkali dalam menghadapi penyakitnya Hafizh merasa down. Terlebih pada saat tubuhnya berdarah, ia merasa takut untuk berbicara kepada orangtuanya. “Saya jadinya merasa bersalah karena menjadi beban. Seringnya kalau tiba-tiba berdarah diam saja, padahal itu enggak boleh. Ini juga yang menjadi harapan saya agar orangtua tidak menyalahkan anaknya yang terkena hemofilia dan tiba-tiba mengalami perdarahan padahal baru diobati, karena enggak ada yang mau,” jelasnya.

Pernah suatu ketika karena takut berbicara kepada orangtua, Hafizh mengalami pembengkakan di sendi kakinya karena darah yang tidak beku sehingga menggumpal. Hal itu membuat sendinya menjadi kehilangan fungsi dan dia harus menggunakan penopang atau tongkat untuk membantunya berjalan sejak kelas 6 SD hingga 3 SMA.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement