"Yang benar adalah, berbicara sebagai ilmuwan, kita tidak dapat mengimbangi perkembangan teknologi ini. Kami terus berjuang untuk mengejar ketinggalan," kata Dimitri.
Dia menyatakan, banyak orangtua yang terhubung dengan ponsel anaknya. Ini penting supaya si anak tahu betul kapan dia bisa menikmati fasilitas tersebut dan adanya pembatasan juga diharapkan agar si anak tidak sembarang dalam menggunakan ponsel.
Kemudian, bicara games, sekarang ini semakin banyak permainan digital yang tujuannya baik untuk mengasah otak anak. "Game sekarang menawarkan beragam pengalaman, hal-hal yang orangtua mungkin tidak alami sebelumnya," kata peneliti Tanner Higgin, Ph.D., direktur strategi pendidikan untuk situs review game independen Common Sense Media.
Memang, hanya 43 persen orang dewasa yang bermain video game, menurut angka 2018 dari Pew Research Center, dibandingkan dengan 90 persen remaja.
Akibatnya, ibu dan ayah yang bermaksud baik sering mengarahkan anak-anak ke arah permainan yang mencerdaskan. Tapi itu ternyata jalan buntu digital, kata dokter anak perkembangan perilaku Dr. Jenny Radesky, seorang peneliti yang mengkhususkan diri dalam penggunaan media keluarga di University of Michigan.
“Banyak game yang diiklankan sebagai edukasi pada dasarnya hanya lembar kerja animasi,” katanya, mengutip yang didorong oleh aktivitas seperti pencocokan, masalah matematika, dan pertanyaan trivia pilihan ganda. “Saya menyebut pengalaman loop tertutup ini - Anda melakukan satu hal, dan kemudian Anda mendapatkan confetti dan balon untuk memperbaikinya. Ini adalah konsep yang sangat hafal yang menyajikan pandangan [kasar] tentang apa itu pendidikan," tegasnya.