BEGITU lidi yang terselip di lembaran daun pisang dicabut, aroma gurih daging ikan gurami langsung menyeruak. Aroma yang menitikkan air liur itu tidak sendiri. Ada juga wangi lembut kemangi. Harumnya khas, bergulat dengan sangit alum daun pisang. Itulah pepes ikan gurami asam pedas di Bumi Proklamator, Blitar.
Diatas permukaan daging gurami bertebaran irisan tomat, irisan bawang putih dan merah, rajangan lembut cabai rawit, serta seruas jahe. Proses pengukusan membuat semua “amunisi dapur” itu matang. Tentu bukan sekadar garnish atau topping. Melainkan juga berfungsi sebagai kondimen penunjang.
“Dengan rajangan itu kuah yang su dah pedas menjadi semakin pedas,” kata Itul, 35, pemilik depot Bambu Kuning di seberang Jalan Bank BTPN, Kota Blitar.
Baca Juga: Gendong Bayi, Bayangan Perempuan Ini Janggal Bikin Merinding
(Foto: Facebook)
Cabai rawit menjadi sumber utama pedas. Menilik rasanya yang menendang, tentu dalam takaran besar. Pendek kata, begitu mencicip, lidah seperti tersengat dan pori-pori bercucur keringat. Itul sengaja tidak melibatkan bumbu merica.
Ibu tiga anak itu khawatir rempah yang menjadi akar imperialisme bangsa barat tersebut akan mengubah rasa pepes. Sebab, pedas lada dan cabai tidaklah sama. “Intinya, kalau ingin pedas kuat, ya cabainya diperbanyak,” ujar Itul, sembari tertawa.
Baca Juga: Kekayaan Flora dan Fauna di Bawah Tanah Indonesia
(Foto: Facebook)
Untuk kuning kuah, wanita berjilbab itu cukup mengandalkan pewarna dari kunyit. Tidak banyak. Cukup sejari. Bumbu kuah pepes gurami pedas secara keseluruhan ditopang oleh bawang merah, daun salam, serai, kunyit, dan garam. Untuk rasa masamnya menggunakan cairan cuka. Namun, ada juga yang menyukai asam belimbing wuluh, daun asam, atau kedondong.
Bagaimana dengan ikan guraminya? Itul mengatakan, hanya melakukan proses pengukusan. Dalam be kapan suhu panas tertentu, daging ikan air tawar itu matang dan empuk. Hanya de ngan sentuhan kecil, daging putih gu rami langsung lepas dari durinya.