Dahulu, sekitar 1990-an atau sebelumnya, kerupuk kere bisa dibeli dengan cara barter dengan rosok atau barang bekas. Bahkan, sandal pun laku. Banyak anak yang mengambil sandal bapaknya untuk ditukarkan kerupuk. Atas kebiasaan itu kerupuk dinamakan ndalepak-ndalepuk akronim dari sandale bapak diijolke kerupuk atau sandal milik bapak ditukarkan kerupuk.
Saminem, 49, warga Ngadiroyo, merasakan hal sama. Masa indah waktu kecil langsung merasuki pikiran saat melihat kerupuk ndalepak-ndalepuk. Dia tak menyangka ternyata kerupuk tersebut bisa ditemui tak jauh dari rumahnya. Bedanya jika dahulu membelinya dengan cara barter rosok, sekarang dibeli dengan uang.
Dahulu, kata dia, saat mendengar bunyi ngikngok ngikngok dari penjual kerupuk, Saminem bersama teman-temannya langsung mencari rosok sedapatnya. Kadang menemukan ember bekas, kadang dapat botol handbody. Kalau bisa barter rasanya senang sekali.
“Wadah kerupuknya bukan plastik, tapi bagian bawah baju atau daun jati,” kisah Saminem.