Di balik bekas lubang tambang raksasa yang pernah menjadi tambang timah terbesar di Asia Tenggara, tersembunyi keindahan alam dan cerita sejarah yang tak kalah menakjubkan. Open Pit Namsalu di Belitung Timur mengajak Anda untuk menjelajah pesona danau toska yang memesona serta merasakan langsung kehidupan budaya lokal yang hangat.
Terletak di Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Open Pit Namsalu dulunya beroperasi dari tahun 1980 hingga 1993. Kini, bekas lubang tambang raksasa itu berubah menjadi sebuah geosite menakjubkan yang memadukan keindahan alam dan kekayaan sejarah.
Berjarak sekitar 42 kilometer dari Bandara HAS Hananjoedin dan 35 kilometer dari Kota Manggar, Namsalu menyambut pengunjung dengan panorama lubang tambang yang luas dan dalam, mencapai kedalaman sekitar 100 meter dan membentang hingga 337 hektar. Di dasar bekas tambang tersebut, terbentuk sebuah danau alami berwarna hijau toska yang memikat mata.
Tidak hanya itu, keberadaan terowongan bawah tanah yang disebut Tannel Fuk Salu dengan kedalaman hingga 75 meter menambah aura misteri dan daya tarik lokasi ini.
Mengunjungi Open Pit Namsalu bukan hanya soal melihat bekas lubang tambang. Wisatawan diajak berjalan kaki sekitar 500 hingga 600 meter dari titik awal menuju area utama, ditemani oleh pemandu lokal yang dengan hangat menceritakan kisah pertambangan timah yang pernah berjaya di sini.
Selama perjalanan, Anda juga akan diajak mengenal flora dan fauna khas kawasan, mulai dari kantong semar, keremunting, hingga berbagai satwa liar seperti tupai besar, trenggiling, kelelawar, tarsius, dan monyet ekor panjang yang sering melintas.
Keunikan geologi dan sejarah Namsalu membuatnya menjadi bagian penting dari UNESCO Global Geopark Belitung. Sepanjang jalur trekking, terdapat berbagai titik informasi interaktif dengan QR code yang memungkinkan pengunjung belajar secara mandiri tentang cerita tambang dan keistimewaan alam setempat.
Bagi para petualang, keselamatan jadi prioritas utama. Pengunjung diwajibkan menggunakan helm dan rompi pelindung saat menjelajah area tambang yang terbuka luas. Membawa air minum dan perlengkapan pribadi juga sangat dianjurkan mengingat perjalanan sering dilakukan di luar ruangan. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah saat musim kemarau, ketika cuaca mendukung aktivitas di alam bebas.
Akses menuju Open Pit Namsalu cukup mudah. Dari Bandara HAS Hananjoedin, perjalanan menggunakan kendaraan pribadi memakan waktu sekitar satu jam. Di lokasi, fasilitas seperti kamar mandi umum, musholla, area selfie, dan persewaan alat pendukung sudah tersedia untuk menunjang kenyamanan pengunjung.
Meski pandemi Covid-19 sempat membuat jumlah pengunjung menurun drastis dari ratusan hingga puluhan orang per bulan, Open Pit Namsalu tetap menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara, terutama dari Belanda. Salah satu kisah menarik datang dari sebuah keluarga Belanda yang berkunjung karena menemukan bahwa kakek mereka pernah bekerja di tambang ini.
Kholis Takbirullah, staf Badan Pengelola Open Pit Nam Salu (BAPOPNAS), berbagi cerita, “Dulu ada satu keluarga dari Belanda yang datang berkunjung. Mereka terkejut saat mengetahui kakek mereka pernah bekerja di tambang ini. Itu momen yang sangat berkesan dan membuktikan betapa kuatnya hubungan sejarah antara tempat ini dengan pengunjung dari berbagai belahan dunia.”
Bagi yang tertarik berkunjung, reservasi bisa dilakukan melalui akun Instagram resmi Open Pit Namsalu atau menghubungi nomor telepon yang tertera. Paket wisata yang ditawarkan bervariasi, mulai dari Rp50 ribu untuk wisatawan domestik hingga Rp150 ribu untuk wisatawan mancanegara, dengan paket edukasi seharga Rp200 ribu yang sudah termasuk snack dan minuman.
Perjalanan tracking dimulai dari titik awal yang disebut panel first, di mana pengunjung wajib memakai alat keselamatan terlebih dahulu. Setelah itu, wisatawan bisa memilih untuk mengunjungi area Namsalu terlebih dahulu atau melihat area tambang di bagian bawah.
Durasi trekking biasanya berkisar antara 15 hingga 30 menit, tergantung minat dan tujuan kunjungan. Ada pengunjung yang hanya singgah sebentar untuk berfoto, sementara mahasiswa dan peneliti bisa menghabiskan waktu hingga dua jam untuk eksplorasi mendalam.
(Khafid Mardiyansyah)