"JADI kita akan belajar bagaimana cara meninggal tapi tetap mempertahankan harga diri". Penggalan kalimat dari salah satu staf Singapore International Foundation (SIF) tersebut memang cukup membuat alis saya terangkat. Apa maksudnya?
Rupanya tempat yang kami tuju, Asisi Hospice di Singapura, merupakan tempat untuk pengobatan paliatif. Lantas, apa itu pengobatan paliatif? Nah, secara umum pengobatan biasanya bertujuan untuk menyembuhkan penyakit, tapi perawatan paliatif memiliki tujuan yang sedikit berbeda.
Perawatan paliatif adalah perawatan yang diberikan kepada pasien yang menderita penyakit kronis dengan stadium lanjut, bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi psikologis, psikososial, mental serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih tenang, bahagia, serta nyaman ketika menjalani pengobatan, meskipun pada akhirnya pasien tersebut tetap akan meninggal.
Dengan kata lain, pengobatan paliatif adalah mempersiapkan pasien menghadapi kematiannya sendiri. Cukup terdengar tabu untuk orang Indonesia memang, karena siapa sih yang menginginkan anggota keluarganya meninggal? Tapi itulah kenyataan yang harus kita terima.
Lantas, bagaimana membuat mereka memiliki "harga diri" ketika meninggal? Nah, Head Communications and Community Engagement Asisi Hospice, Juliet Ng, menyebut bahwa kematian adalah hal yang tidak terhindarkan. Tapi yang menjadi masalah bukanlah penyesalan akan kematian itu sendiri, tetapi karena ketidakmampuan mereka.
"Masalah yang paling sering mereka katakan adalah, kenapa saya tidak berguna. Kenapa saya menjadi beban untuk keluarga?" jelas dia.
Nah, hal inilah yang kemudian akan ditanamkan pada orang-orang yang menderita sakit kronis tersebut. Dengan demikian, mereka akan lebih tenang dan menjalani sisa hidup dan tidak memiliki beban pikirian.
Juliet pun menekankan, pengobatan paliatif bukanlah cara untuk menyingkirkan orang yang memiliki sakit kronis, apalagi jika dibilang membuang uang. Menurutnya, orang-orang tersebut memang butuh penanganan ahli agar tidak merasakan sakit yang lebih parah.
"Jangan malah didiamkan. Sebagai contoh, kalau seorang ibu memiliki anak kecil, lalu ibu tersebut merasa kesakitan karena penyakitnya, maka hal itu akan membuat trauma pada sang anak. Akibatnya, psikologi anak tersebut akan tertekan," jelas dia.