Salut, Kisah Anak Autis yang Bisa Kuliah dan Mencipta Karya Luar Biasa

Muhammad Sukardi, Jurnalis
Selasa 02 April 2019 15:45 WIB
Kisah anak autis (Foto:Foxnews)
Share :

BERBEDA bukan berarti Anda tidak memiliki kelebihan. Dengan mengenali kemampuan diri dan melatihnya, Anda yang terlahir berbeda bisa berkarya dan tidak kalah dengan mereka yang dicap "normal".

Memiliki anak dengan spektrum autis tentu bukan perkara mudah. Amanah Tuhan ini membutuhkan penanganan dan pengasuhan yang ekstra dibanding anak pada umumnya. Dengan pola asuh yang tepat dan lingkungan yang positif, tentu anak autis bisa berkarya dan tidak merasa berbeda dengan orang lain.

Budaya itu yang sepertinya dibangun oleh keluarga Sylvania Iryanastuthi. Perempuan ini coba membagikan pengalaman hidup bersama dengan adiknya yang autis dan bagaimana keluarganya support hingga sang adik bisa meraih mimpinya.

Akun Twitter @vania270589 membagikan sebuah cerita panjang mengenai dia dan adiknya yang didoagnosa spektrum autis. Tidak mudah memang menghadapi kenyataan kalau sang adik berbeda, tapi sikap supportif dan saling menyayangi yang membuat sang adik bisa tetap hidup dan meraih mimpinya.

Baca Juga:

Komentar Julid soal Bando Syahrini yang Harganya Rp 5 Juta

Atasi Kanker, Lemon Lebih Ampuh dari Kemoterapi, Ini Penjelasannya

Dia membagikan kisahnya itu juga dalam rangka menyambut Hari Autis Sedunia yang jatuh setiap tanggal 2 April. Bagaimana kisah Vania dan adiknya yang autis? Apa saja kendala dan kisah menarik yang dirasakan kakak beradik ini?

Dari cerita yang dijabarkan di Twitter, Vania mengetahui adiknya berbeda ketika adik kandungnya dibawa check-up ke sebuah rumah sakit yang saat itu memiliki unit KKTK lengkap. Umur si adik kala itu masih 18 bulan dan ibunya mulai merasa dia berbeda dibanding usia Vania saat itu. "Setelah check-up, diketahui adik saya autis," tulisnya.

Ya, di usia 18 bulan, sang adik sudah didiagnosis autis. Bukan hal yang mudah tentunya untuk diterima. Bagaimana pun, sesuatu yang berbeda akan menimbulkan pro dan kontra. Diagnosa itu dibenarkan dengan beberapa tanda yang dialami sang adik.

"Di usia 18 bulan, adik saya belum bisa ngoceh (babbling), dipanggil namanya nggak notice, asik dengan dunianya sendiri, nggak ada interaksi tercipta (kontak mata nggak ada), dan dia nggak tahu yang namanya bahaya. Dan segala rupa "lain"-nya saat itu," tutur Vania.

Vonis autis itu diketahui pada 1998. Di saat itu, informasi mengenai autis belum terlalu banyak. Makanya, sambung Vania, yang dilakukan keluarganya kala itu hanya sebatas konsultasi-terapi-konsultasi-terapi. Ini dilakukan untuk secepat mungkin mengejar ketertinggalan yang dialami sang adik.

Tidak hanya itu, masalah lain yang dihadapi adalah penolakan lingkungan! Ya, anak yang berbeda sekali lagi tentu akan menimbulkan pro dan kontra.

Vania menuturkan, keluarga besarnya sempat menolak keadaan adiknya yang autis. Mereka mengira itu sebuah penyakit menular atau penyakit kesialan yang dibawa keluarganya. "Saya pun kena imbasnya. Saya dijauhi teman-teman main karena mereka mengira adik saya gila. Saya dianggap kakak dari orang gila," keluhnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Women lainnya