JAKARTA - Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) melonjak pascabencana banjir di Sumatera, khususnya Aceh. Anak-anak dan lansia rentan terinfeksi.
Data Kementerian Kesehatan dalam Laporan Situasi Penyakit Potensi KLB/Wabah di wilayah Aceh mencatat sedikitnya 21.079 kasus dari sembilan jenis penyakit merebak pascabencana ekologis. Dari jumlah tersebut, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mencapai 9.731 kasus per Jumat (19/12/2025).
Menanggapi kondisi tersebut, dokter spesialis paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sekaligus dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, dr. Ika Trisnawati, MSc, SpPD, K.P., menjelaskan bahwa penyakit menular kerap menjadi persoalan utama pascabencana, terutama ketika kondisi lingkungan tidak mendukung kebersihan dan sanitasi.
“Kalau pascabencana itu yang menjadi problem kesehatan adalah penyakit menular. Lingkungan yang kotor dan sanitasi yang buruk menjadi media yang sangat baik bagi kuman untuk berkembang,” jelasnya, dikutip dari laman UGM, Minggu (28/12/2025).
dr. Ika menuturkan, pengendalian penyakit di wilayah terdampak bencana jauh lebih sulit dibandingkan daerah normal karena keterbatasan akses air bersih, fasilitas sanitasi, dan tempat tinggal yang layak. Oleh sebab itu, ISPA kerap muncul sebagai penyakit dominan setelah banjir.
Lebih lanjut, Ika menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelompok yang paling rentan terinfeksi ISPA. Kelompok tersebut antara lain anak-anak, terutama balita, serta lansia yang sistem kekebalan tubuhnya belum matang atau justru sudah mengalami penurunan.
“Pada anak-anak, sistem imunitasnya masih dalam masa perkembangan sehingga belum matang. Sedangkan pada usia lanjut, sistem imun mengalami penurunan seiring bertambahnya usia,” paparnya.
Selain faktor usia, kelompok dengan penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, ginjal, dan kanker juga memiliki risiko lebih tinggi. Tak kalah penting, Ika menyoroti kelompok perokok yang kondisi paru-parunya lebih rentan mengalami perburukan saat terinfeksi ISPA karena fungsinya sudah tidak optimal.
(Rani Hardjanti)