JAKARTA - Polusi udara dan paparan asap rokok merupakan dua faktor lingkungan yang memiliki dampak serius terhadap kesehatan dan perkembangan anak. Pasalnya, anak-anak tergolong kelompok yang paling rentan karena sistem pernapasan, saraf, dan imunitas mereka belum berkembang sempurna.
Paparan jangka panjang terhadap polusi udara dapat menyebabkan dampak kesehatan serius terhadap anak. Bahkan, dampak kesehatan tersebut sudah bisa dirasakan sejak anak masih berada dalam kandungan.
Menurut data dari CS Berkey, anak yang memiliki ibu seorang perokok cenderung lebih pendek dari yang ibunya tidak merokok. Tak hanya pada anak perokok aktif, bahkan anak yang ibunya adalah perokok pasif juga memiliki risiko *stunting* lebih tinggi dibandingkan yang tidak terpapar.
Dokter Cynthia Centauri, SpA menjelaskan, kualitas udara di dunia, termasuk Indonesia, terus memburuk setiap tahun. Di mana 93% anak usia di bawah 15 tahun bernapas dengan udara berpolusi.
Hal ini tentunya meningkatkan risiko kesehatan dan tumbuh kembang anak. Bahkan, WHO memperkirakan kurang lebih 600.000 anak meninggal setiap tahunnya karena polusi udara. Dampak polusi udara bagi anak lebih besar dari dewasa. Hal itu karena paru-paru anak masih berkembang.
Selain masalah pertumbuhan, polusi udara juga dapat berakibat fatal pada perkembangan anak. Polusi udara bisa menyebabkan autisme dan hiperaktif (ADHD) pada anak.
Dampaknya pada anak usia berkisar 6-11 tahun juga dapat menyebabkan gangguan belajar. Sementara untuk remaja, polusi udara berhubungan dengan depresi, cemas, delusi, dan halusinasi.
Untuk itu, dr. Cynthia menjelaskan berbagai peran yang dapat dilakukan untuk menghindari paparan polusi udara. Misalnya menggunakan masker, memilih transportasi publik, hindari jalanan yang berpolusi, hingga memonitor kadar polusi udara.
Selain itu, dr. Cynthia juga berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya kawasan bebas asap rokok. Terlebih ia berharap agar pemerintah bisa turut bekerja sama mendukung agar rokok semakin sulit diakses masyarakat.
"Namun demikian, memang kita harus tetap ingat bahwa sejauh ini, hal yang paling berperan penting adalah kesadaran individu itu sendiri. Ya, mau bagaimanapun kita batasi aksesnya sama kesadarannya juga dan masih kurang ya," ujar Dokter Cynthia, dalam seminar yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kamis (9/10/2025).
"Tentu tetap akan ada kemungkinan program tersebut ya tidak berjalan baik. Tapi sebetulnya dengan menaikkan cukai rokok mudah-mudahan ini bisa membatasi akses mereka," pungkasnya.
(Rani Hardjanti)