JAKARTA - Belum lama ini, dokter di Columbia University Fertility Center melaporkan kehamilan perdana yang terjadi dari sistem AI bernama Star. Penemuan ini membantu sepasang suami istri yang telah 19 tahun menantikan keturunan.
Sebelumnya pasangan ini telah menjalani 15 kali siklus In Vitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung, namun sayangnya gagal. Keberhasilan terjadi setelah melalui uji klinis menggunakan Star yang mampu mengidentifikasi sperma yang tidak terdeteksi oleh metode konvensional.
Penemuan ini tentunya memberikan harapan bagi pasangan suami istri yang menginginkan momongan. Star merupakan kepanjangan dari Sperm Tracking and Recovery. Ini merupakan prosedur pengembangan revolusioner kehamilan berbasis AI. Terobosan ini sangat membantu dalam menghadapi masalah infertilitas pria, terutama penderita azoospermia.
Mengatasi Azoospermia menggunakan Teknologi AI
Azoospermia merupakan kondisi di mana tidak terdapat satupun sperma yang dihasilkan pada saat ejakulasi. Kondisi ini menyebabkan infertilitas pria karena sperma berperan penting dalam proses pembuahan sel telur.
Kondisi ini sebenarnya tidak sepenuhnya menutup kemungkinan terjadinya kehamilan secara alami. Namun dibutuhkan teknologi reproduksi yang lain untuk membantu proses kehamilan untuk memiliki anak.
Perlu diketahui, azoospermia menyumbang 10% kasus infertilitas pada pria. Penggunaan metode tradisional kerap kali gagal menemukan sperma di dalam sampel sperma.
Dikutip dari IndiaTimes Rabu (3/9/2025), Sistem Star yang dimiliki oleh Columbia University menggunakan kombinasi citra resolusi tinggi dan kecerdasan buatan untuk memindai seluruh sampel sperma, sehingga menghasilkan 8 juta gambar per jam.
Kombinasi citra dan algoritma AI akan menganalisis gambar-gambar untuk mendeteksi serta mengisolasi sel sperma yang sangat langka dan mungkin terlewat oleh embriolog manusia. Sperma yang terdeteksi akan dipisahkan secara hati-hati oleh chip mikrofluida, tanpa prosedur lain untuk menjaga sperma tetap sehat agar dapat digunakan dalam proses fertilisasi. Ini merupakan pendekatan non-invasif dan tidak menggunakan bahan kimia sehingga menjadi alternatif lebih baik dibandingkan metode sebelumnya.
Terobosan AI
Terobosan yang bermakna ini sangat membantu pasangan yang 19 tahun menantikan kehadiran buah hati. Karena dari kegagalan siklus IVF yang menimbulkan kekecewaan, berganti menjadi kebahagiaan karena pemanfaatan Sistem Star. Berkat teknologi AI, sperma berhasil ditemukan sehingga menjadi berkah kehamilan pertama pasangan tersebut.
Direktur Columbia University Fertility Center sekaligus pimpinan proyek Star, Dr. Zev Williams menyatakan keoptimisannya dalam mengatasi berbagi tantangan infertilitas dengan pemanfaatan AI. Ia juga menambahkan bahwa penggunaan teknologi berbasis AI yang serupa dapat dikembangkan untuk meningkatkan aspek lain dalam perawatan fertilitas, seperti seleksi embrio dan skrining genetik.
Kesuksesan sistem STAR menjadi lompatan besar dan berpotensi menjadi revolusi perkembangan medis terkait fertilitas. Apalagi teknologi ini mampu menemukan sperma dalam waktu kurang dari 1 jam, sedangkan metode manual membutuhkan waktu hingga berhari-hari.
Harapannya, penemuan ini dapat membantu pasangan yang menginginkan momongan dengan cara yang efektif dan dapat diakses oleh semua orang.
(Rani Hardjanti)