Meski secara teori memungkinkan, dr. Dea mengakui bahwa ibu bekerja tetap menghadapi tantangan tersendiri. Salah satu yang paling sering ditemui adalah penurunan produksi ASI akibat keterbatasan waktu untuk pumping.
“Yang paling sering adalah penurunan produksi ASI. Ini biasanya karena ibu terlalu sibuk bekerja, sehingga waktu pumping menjadi sangat terbatas,” ujar dr. Dea.
Idealnya, sesi pumping berlangsung selama 30 menit agar ASI bisa dikeluarkan secara optimal. Namun dalam praktiknya, banyak ibu yang hanya memiliki waktu 10–15 menit karena kesibukan di tempat kerja. Hal ini tentu berdampak pada jumlah ASI yang dihasilkan, dan secara jangka panjang bisa memengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Untuk mengatasi hal ini, dr. Dea menganjurkan ibu bekerja agar membuat jadwal pumping yang konsisten dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia sebaik mungkin. Jika kantor belum memiliki ruang laktasi, ibu bisa mengomunikasikan kebutuhannya kepada atasan atau HR agar dapat difasilitasi.
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif tidak hanya bergantung pada ibu, tetapi juga membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar, terutama keluarga dan tempat kerja. Menurut dr. Dea, edukasi menyusui sebaiknya diberikan sejak masa kehamilan agar ibu memiliki kesiapan mental dan strategi sebelum kembali bekerja.
Dengan persiapan yang matang, pengetahuan yang cukup, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan kerja, ibu bekerja tetap dapat menjalankan peran pentingnya dalam memberikan ASI eksklusif.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)