Meski kini identik sebagai jajanan rakyat, dulunya kerak telor merupakan makanan orang elit, bahkan sempat disukai oleh kalangan Belanda tempo dulu. Karena kelezatannya, makanan ini disebut-sebut sebagai "omelet khas Betawi" yang memiliki cita rasa unik. Sekitar tahun 1970-an, kerak telor mulai dijajakan di area Monas dan menarik perhatian banyak wisatawan lokal maupun mancanegara. Sejak itu, popularitasnya kian meningkat dan terus dijaga hingga kini.
Keunikan kerak telor salah satunya terletak pada teknik memasaknya yang tidak biasa. Adonan dimasak di atas tungku kecil atau anglo, lalu wajan dibalik untuk mematangkan bagian atas telur tanpa menggunakan oven modern. Proses memasak dengan arang dari batok kelapa atau kayu menghasilkan aroma khas yang semakin menggugah selera. Metode ini membuat kerak telor tidak hanya lezat, tapi juga punya nilai seni dalam proses pembuatannya.
Kerak telor bukan sekadar kuliner, melainkan juga simbol budaya dan jati diri masyarakat Betawi serta kota Jakarta. Menikmati sepiring kerak telor di tengah suasana ulang tahun kota adalah salah satu cara sederhana namun bermakna untuk menghargai sejarah panjang dan kreativitas kuliner warga asli Jakarta.
(Kemas Irawan Nurrachman)