Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Brand Kecantikan hingga Fesyen Lokal Banyak Gulung Tikar, Ini 4 Strateginya Biar Bisnis Bisa Bertahan Lama

Wiwie Heriyani , Jurnalis-Kamis, 20 Maret 2025 |07:26 WIB
<i>Brand</i> Kecantikan hingga Fesyen Lokal Banyak Gulung Tikar, Ini 4 Strateginya Biar Bisnis Bisa Bertahan Lama
Achmad Alkatiri. (Foto: Wiwie Heriyani)
A
A
A

Menjelang Lebaran, berbagai brand lokal produk kecantikan hingga fashion berlomba-lomba menghadirkan produk terbaik mereka. Di momen Ramadhan dan jelang Lebaran, banyak masyarakat Indonesia yang mulai melirik brand lokal baik untuk kebutuhan skincare maupun baju baru.

Namun, rupanya, di luar momen Ramadhan dan Lebaran, menurut pengamatan dari Hypefast, masa depan brand lokal sedang tidak baik-baik saja lho. Terbukti dari beberapa brand kecantikan hingga fashion yang belakangan ini banyak gulung tikar.

Belakangan, fenomena ini sendiri dikenal sebagai Local Brand Winter. Mengadaptasi istilah dari Tech Winter yang populer di industri teknologi, Local Brand Winter merupakan periode kecenderungan penurunan untuk industri brand lokal, yang ditandai dengan pertumbuhan yang melambat secara signifikan, investasi yang menurun bahkan hingga penutupan bisnis, setelah periode yang menunjukan sebaliknya. 

Di akhir tahun 2024, sejumlah brand-brand lokal yang digemari oleh konsumen terpaksa menghentikan kegiatan operasional karena besarnya kompetisi. Syca, Roona Beauty, dan Matoa adalah beberapa contoh brand lokal yang terpaksa gulung tikar.

“Seperti fenomena Tech Winter yang dalam beberapa tahun silam melanda perusahaan-perusahaan berbasis teknologi, industri brand lokal juga tengah mengalami fenomena Local Brand Winter, terutama di bidang Kecantikan,"  ujar CEO dan Founder dari Hypefast, Achmad Alkatiri, saat ditemui di Jakarta Selatan baru-baru ini.

Skincare

"Kita melihat dalam waktu kurang dari satu tahun ke belakang, banyak brand lokal kecantikan yang memutuskan untuk berhenti kegiatan operasional. Faktor paling besar adalah kompetisi yang terlalu kuat dari brand luar terutama brand dari Tiongkok," lanjutnya.

Sebelumnya, Hypefast telah mengkomunikasikan peningkatan kompetisi yang drastis dari kehadiran brand-brand yang berasal dari Tiongkok, dan memasuki pasar Indonesia dengan modal yang jauh lebih kuat dibandingkan brand lokal. 

Hal ini ditunjukkan dari data internal Hypefast yang temukan bahwa brand-brand yang berasal dari Cina memiliki kemampuan untuk menghabiskan sekitar  30%-40% dari total omset bisnis untuk kegiatan pemasaran. Sedangkan, brand-brand lokal pada umumnya hanya memiliki kemampuan untuk melakukan 10% sehingga bisa mempertahankan profitability. 

Bahkan dari hasil survei Hypefast, 6 dari 10 orang Indonesia tidak berhasil membedakan brand yang berasal dari Tiongkok dengan brand asli Indonesia.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement