Indonesia sebagai negara dengan urutan kedua jumlah perokok tertinggi di dunia membutuhkan strategi lain untuk menekan angka kematian akibat rokok. Penelitian mengenai metode Pengurangan Risiko Tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR) sebagai alternatif berhenti merokok menjadi salah satu strategi dalam dasar penyusunan aturan.
Dokter Ahli Fisiologi Universitas Padjajaran (Unpad) Ronny Lesmana mengatakan, peran pemerintah untuk mendukung riset tentang ini sangat diperlukan. Nantinya, hasil riset akan menjadi data awal untuk merumuskan peraturan berbasis data, mengingat berdasarkan data WHO, angka kematian akibat rokok di Indonesia saat ini mencapai 300.000 nyawa per tahun.
“Data dari penelitian menjadi komparasi yang baik sebagai dasar bagaimana memutuskan suatu regulasi. Regulasi ini mau dibuat seperti apa? Pemerintah harus investasi untuk penelitian, termasuk metode alternatif ini. Sebab, untuk memahami suatu ilmu itu mahal. Topik ini (THR) tidak pernah diangkat,” ungkapnya dikutip Senin (3/2/2025).
Selama ini, penelitian didominasi sudut pandang tembakau sebagai komoditas. Sementara dari sisi kesehatan, studi untuk memanfaatkan produk alternatif tembakau yang rendah risiko belum dilakukan. Melihat situasi ini, akademisi pun melakukan studi-studi alternatif, termasuk lembaga yang dinaungi universitas tempat Ronny bekerja.
Meskipun begitu, penelitian tersebut belum diterima dengan baik oleh pemerintah sebagai penunjang penetapan aturan. Menurutnya, pemerintah masih belum melihat THR sebagai peluang yang bisa dimaksimalkan untuk membuat perokok beralih hingga akhirnya berhenti merokok.
Ronny menegaskan, merujuk pada riset “Lives Saved Report” yang terbit November 2024 lalu, penerapan THR dalam kebijakan publik diproyeksikan akan menyelamatkan 4,6 juta nyawa di Indonesia hingga 2060.
Metode THR hadir sebagai pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan akibat rokok dengan memberikan opsi alternatif yang lebih rendah risiko bagi pengguna.
Hasil penelitian pun membuktikan bahwa produk alternatif yang tersedia mendukung upaya untuk berhenti merokok. Di negara-negara maju seperti Swedia, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang, THR menjadi bagian vital bagi pemerintahnya dalam mendesain kampanye berhenti merokok. Di Swedia, tingkat merokok menurun dalam 15 tahun terakhir, dari 15 persen menjadi 5,3 persen.
“Pemerintah kita terlalu ketat dalam memandang produk tembakau alternatif ini, hanya jalan dengan paradigma tidak boleh merokok. Namun, fakta di lapangan, selama rokok masih diizinkan, perlu opsi menurunkan risiko dalam bentuk lain. Secara rasional, ini bukan sesuatu yang bisa ditunda, tapi dipikirkan bersama untuk ke depannya,” ujarnya.