KASUS pertama flu burung yang menimpa seseorang setelah adanya kontak dengan hewan memicu pertanyaan tentang kemungkinan penularan antar manusia, sekaligus menyoroti kompleksitas hubungan antara pemerintah negara bagian dan lembaga federal dalam menangani wabah.
Dilansir dari Yahoo News, Senin (23/09/2024), penyelidikan mendalam mengenai kasus seorang pasien di Missouri yang dirawat di rumah sakit pada 22 Agustus tidak menunjukkan adanya keterkaitan dengan hewan.
Hal ini diungkapkan oleh pejabat dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), yang juga melaporkan bahwa pada hari Kamis, dua kontak pasien mengalami gejala sakit pada waktu yang bersamaan, sebagaimana dinyatakan dalam laporan keesokan harinya.
Seorang petugas kesehatan mengalami gejala ringan, tetapi hasil tesnya menunjukkan negatif untuk flu. Namun yang lebih mengkhawatirkan, seorang anggota rumah tangga pasien juga menunjukkan gejala yang sama pada hari yang sama, namun orang tersebut tidak menjalani tes flu.
Pejabat CDC mengungkapkan bahwa pada Kamis ada tes darah untuk mendeteksi antibodi terhadap H5N1, influenza jenis flu burung yang sangat patogen, bisa dilakukan setelah 10 hari sejak infeksi. Namun, hingga saat ini, pengujian antibodi tersebut belum dimulai.
Pasien yang dikonfirmasi bahwa sebelumnya sudah terinfeksi telah menjalani kuesioner terperinci terkait aktivitas baru-baru ini, termasuk berkebun, memiliki tempat makan burung, memelihara hewan peliharaan, hingga mengunjungi pameran atau kebun binatang, serta mengonsumsi daging yang kurang matang atau mengkonsumsi susu mentah.
Namun, tidak ada temuan yang menimbulkan kecurigaan terhadap potensi sumber paparan. Menurut Nirav Shah, Wakil Direktur Utama CDC,
“Sejauh ini, tim ahli epidemiologi belum menemukan sumber infeksi yang jelas," tuturnya.
“Missouri terus melakukan upaya intensif untuk menyelidiki lebih dalam mengenai aspek epidemiologi, guna mengetahui apakah ada kemungkinan paparan yang tidak terdeteksi," kata Direktur Pusat Nasional untuk Imunisasi dan Penyakit Pernapasan, Demetre Daskalakis.
Analisis pengurutan genomik menunjukkan bahwa strain virus ini berkaitan dengan virus yang diduga mulai menyebar di kalangan sapi perah pada akhir tahun lalu. Varian ini telah beradaptasi dan menyebar ke berbagai hewan lain, termasuk burung liar dan mamalia peliharaan.
Sampel yang diambil dari pasien menunjukkan adanya setidaknya dua mutasi, salah satunya berpotensi mengurangi efektivitas vaksin H5N1 yang saat ini tersedia. Shah menjelaskan kepada para wartawan pada Kamis lalu bahwa belum ditemukan bukti adanya penularan antar manusia, dan menyebut insiden ini kemungkinan merupakan kasus pertama.
"Tidak ada satu pun individu yang berinteraksi dengan pasien yang menunjukkan gejala apa pun," ujar Shah pada hari itu.
Namun, pada Jumat berikutnya, CDC melaporkan bahwa ada dua kontak pasien lainnya yang menunjukkan gejala, dengan salah satu kasus dilaporkan oleh Missouri pada waktu yang berbeda. Missouri belum meminta bantuan langsung dari CDC dalam proses investigasi, meskipun para pejabat federal terus berkomunikasi dengan pihak negara bagian melalui panggilan telepon dan video.
CDC sendiri memiliki wewenang yang sangat terbatas dalam memastikan kepatuhan di tingkat negara bagian dan lokal, dan keputusan terbaru dari Mahkamah Agung diperkirakan akan memengaruhi upaya regulasi lebih lanjut. Missouri telah bekerja sama secara intensif dengan CDC sejak kasus ini pertama kali ditemukan.
“Kami belum memerlukan bantuan langsung di lapangan karena kasus ini masih terbatas pada satu orang dengan risiko penularan yang rendah," ucap Direktur Komunikasi Departemen Kesehatan dan Layanan Senior Missouri, Lisa Cox.
Berdasarkan data CDC, hingga 2024, hanya sekitar 240 orang yang telah menjalani tes H5N1. Biasanya, tes dilakukan hanya jika seseorang memiliki kontak erat dengan hewan terinfeksi dan menunjukkan gejala. Namun, di Missouri, pada situasi berbeda. Petugas kesehatan awalnya menduga pasien mengalami infeksi saluran pernapasan, seperti flu musiman, sehingga hasil usapan tidak langsung diuji untuk H5N1.
Sebagai gantinya, sampel dikirim ke laboratorium negara bagian bersama dengan sampel flu A lainnya untuk diperiksa ulang, sesuai dengan protokol pengawasan rutin guna mendeteksi strain flu yang jarang muncul.
Pengawasan seperti ini biasanya difokuskan pada musim flu di musim dingin, tetapi CDC merekomendasikan agar negara bagian tetap memantau flu A sepanjang tahun, mengingat wabah yang terus terjadi di peternakan unggas dan sapi perah sejak Mei. Ini merupakan pertama kalinya kasus H5N1 terdeteksi melalui sistem pemantauan flu nasional.
“Sistem pemantauan influenza kami dirancang untuk mendeteksi sesuatu yang sangat kecil di tengah data yang banyak, dan kasus ini membuktikan bahwa sistem tersebut bekerja. Kami berhasil menemukan sesuatu yang langka, meskipun kami belum tahu bagaimana itu bisa terjadi," kata Shah.
Missouri belum melaporkan adanya infeksi H5N1 pada sapi, namun hingga Juli, hanya 17 dari sekitar 60 ribu sapi perah yang telah diuji. Kasus flu burung terakhir di kalangan unggas di Missouri dilaporkan pada bulan Februari. Tidak ada peningkatan aktivitas flu yang signifikan atau lonjakan kunjungan ke ruang gawat darurat di wilayah tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya
"Namun, investigasi kami masih berlangsung," ujar Shah.
Pasien di Missouri, yang memiliki kondisi kesehatan mendasar yang signifikan, mengalami gejala akut seperti nyeri pada bagian dada, mual, muntah, diare, hingga lemas.
"Pasien memiliki penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya, dan masalah pernapasan bukanlah alasan utama mereka dibawa ke rumah sakit," kata Cox.
Kondisinya tidak parah, hanya dirawat selama tiga hari, dan telah pulih. Shah mengungkapkan bahwa kondisi medis pasien mungkin membuatnya lebih rentan terhadap infeksi. Pejabat kesehatan tetap waspada terhadap potensi kasus tambahan pada manusia karena virus ini terus menyebar di kalangan hewan.
"Dengan semakin banyaknya spesies hewan yang terinfeksi dan membawa H5, risiko interaksi antara hewan dan manusia meningkat, yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan infeksi pada manusia," ujar Shah.
(Leonardus Selwyn)