BATU kuno langka ditemukan para arkeolog di Yerusalem. Batu ini mungkin dapat mengubah pemahaman masyarakat tentang membaca dan menulis di zaman kuno.
Artefak itu ditemuan di Taman Arkeologi Davidson oleh Otoritas Purbakala Israel dan Yayasan Kota David. Diperkirakan batu tersebut berusia sekitar 2.700 tahun dan benda itu menjadi temuan tertua sejak penggalian dimulai di negara itu.
"Segel itu, yang terbuat dari batu hitam, adalah salah satu yang terindah yang pernah ditemukan dalam penggalian di Yerusalem kuno," ungkap Direktur Otoritas Purbakala Israel (IAA), Yuval Baruch melansir New York Post.
Perhiasan itu secara khusus bertuliskan frasa bahasa Ibrani kuno, 'Le Yehoʼezer ben Hoshʼayahu', yang berarti 'Untuk Yeho’ezer putra Hosh’ayahu' merujuk pada dua orang terkemuka yang mungkin hidup antara abad ke-10 dan ke-6 SM.
Terdapat sebuah lubang kecil pada batu menunjukkan bahwa batu itu dapat dijalin dengan tali atau rantai.
Para ahli menyimpulkan bahwa perhiasan itu adalah milik seorang pejabat tinggi di Kerajaan Yehuda, yang digunakan untuk menandatangani dokumen dan dijadikan jimat perlindungan.
Mungkin ini berhubungan dengan penggambaran sosok bersayap yang desainnya tampak dipengaruhi oleh bangsa Asyur yang memerintah Yehuda pada masa itu.
“Ini adalah penemuan yang sangat langka dan tidak biasa,” seru arkeolog IAA dan Asyurolog Dr. Filip Vukosavovic.
“Ini adalah pertama kalinya ‘jin’ bersayap, sosok magis pelindung, ditemukan dalam arkeologi Israel dan regional,” tambahnya.
“Sosok-sosok setan bersayap dikenal dalam seni Neo-Asyur pada abad ke-9 hingga ke-7 SM, dan dianggap sebagai sejenis setan pelindung,” kata Vukosavovic.
Dalam kasus ini, segel tersebut mungkin digunakan untuk melambangkan otoritas pemiliknya. Para arkeolog berpendapat bahwa liontin itu awalnya dimiliki oleh seorang pria bernama Hoshʼayahu yang disebutkan di atas dalam pemerintahan Kerajaan Yehuda.
Tulisan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca dan menulis lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya.
“Bertentangan dengan apa yang mungkin dipikirkan secara umum, tampaknya literasi pada periode ini bukan hanya milik kaum elite masyarakat. Orang-orang tahu cara membaca dan menulis, setidaknya pada tingkat dasar, untuk kebutuhan perdagangan," tutupnya.
(Rizka Diputra)