Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Subsidi Kesehatan Akibat Polusi Udara Diperkirakan Tembus Rp38 Triliun, Begini Respon Pemerintah

Leonardus Selwyn Kangsaputra , Jurnalis-Minggu, 11 Agustus 2024 |22:00 WIB
Subsidi Kesehatan Akibat Polusi Udara Diperkirakan Tembus Rp38 Triliun, Begini Respon Pemerintah
Subsidi kesehatan meningkat akibat polusi udara. (Foto: Freepik.com)
A
A
A

MENTERI Koordinator Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini menyoroti peningkatan biaya subsidi kesehatan akibat persoalan polusi udara yang telah menimbulkan kekhawatiran besar, dengan perkiraan mencapai hingga Rp38 triliun.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmidzi menyebut agar tidak menganggap enteng risiko dari polusi udara yang bisa berdampak pada gangguan kesehatan bahkan berpotensi menimbulkan kematian. Bahkan salah satu penyakit respirasi yang sering timbul akibat terpapar polusi ini adalah asma.

Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, asma termasuk dalam lima penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia, selain penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, dan tuberkulosis.

Prevalensi asma di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dengan sekitar tujuh persen atau sekitar 18 juta individu terkena Penyakit asma pada 2022. Kondisi ini semakin diperparah oleh tingkat polusi yang memprihatinkan, yang memerlukan tindakan mendesak dan tegas untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Asma

Sebagai respons terhadap tingginya prevalensi penyakit asma dan PPOK, pemerintah tengah melakukan penguatan layanan primer yang termasuk dalam enam pilar strategis Transformasi Kesehatan.

“Polusi udara dapat memicu serangan asma, maka pemerintah fokus pada memperkuat layanan primer agar bisa mengdiagnosa asma dan memberi penanganan medis dengan tujuan untuk memastikan masyarakat dengan asma memiliki akses ke layanan kesehatan yang tepat dan berkualitas,” kata Nadia, dalam siaran pers yang diterima Okezone, Minggu (11/8/2024)

“Upaya penguatan faskes primer meliputi penyediaan alat spirometri untuk puskesmas. Spirometri sudah mulai disediakan dengan nakes yang telah dilatih, meningkatkan kemampuan dokter untuk mengdiagnosa asma dan memastikan pasien memiliki akses ke obat yang sesuai dengan tatalaksana medis," tuturnya.

Untuk diketahui, salah satu akun @dhan*** dalam media sosial TikTok pada Senin 22 Juli 2024 mengunggah informasi tentang 144 diagnosa penyakit tak bisa langsung dirujuk ke faskes lanjutan.

"Pada intinya, 144 diagnosa itu tidak bisa langsung dirujuk ke faskes lanjutan dan harus tuntas di faskes satu," tulis pengunggah.

Terkait hal itu, Nadia menuturkan bahwa saat ini dokter puskesmas telah memiliki kompetensi dasar untuk 144 penyakit. Namun, khususnya asma ketersediaan obat di FPKTP masih belum sesuai tatalaksana dan pedoman lokal terhadap penatalaksanaan penyakit asma dan dapat meningkatkan angka kejadian serangan asma akut.

"Yang tidak masuk dalam kompetensi 144 penyakit, baik dari gejala klinis yang makin berat, perberatan penyakit, tidak tersedia sarana dan prasarana untuk mengobati dan obat yang dibutuhkan merupakan kompetensi FKRTL," ucap Nadia.

(Leonardus Selwyn)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement