Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Viral Fenomena Cuci Darah di Kalangan Remaja, Ini 5 Poin Penting Menurut IDAI

Wiwie Heriyani , Jurnalis-Jum'at, 02 Agustus 2024 |14:21 WIB
Viral Fenomena Cuci Darah di Kalangan Remaja, Ini 5 Poin Penting Menurut IDAI
Fenomena cuci darah di kalangan remaja. (Foto: Freepik.com)
A
A
A

BELAKANGAN ini kasus anak-anak Indonesia yang melakukan cuci darah di rumah sakit kian meningkat. Fenomena ini banyak terlihat di Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo hingga Rumah Sakit Hasan Sadikin RSHS Bandung.

Peningkatan tren cuci darah di kalangan anak-anak akibat penyakit ginjal tersebut lantas menjadi perhatian berbagai pihak. Tidak terkecuali Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Melalui wawancara khusus di program One on One yang ditayangkan di SINDOnews TV, Ketua Umum PP IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) lantas menjelaskan beberapa poin penting terkait fenomena tersebut. Berikut di antaranya.

1. Tidak terjadi peningkatan kasus

Meski kasus cuci darah di kalangan anak belakangan sempat ramai, namun, dokter Pripim memastikan, sejauh ini tidak ada peningkatan kasus penyakit gagal ginjal pada anak di Indonesia.

“Jadi kalau disebut terkait lonjakan kasus yang signifikan pada masalah ginjal anak ini, itu nggak. Karena pada faktanya, teman-teman dokter anak ginjal di daerah itu nggak melaporkan lonjakan kasus yang mendadak,” ujarnya, saat diwawancara di kantor IDAI, Salemba, Jakarta.

Dokter Pripim juga melanjutkan, sejauh ini, jumlah kasus gagal ginjal pada anak di Indonesia masih dalam kategori wajar. Hal itu lantaran, fenomena tren cuci darah di kalangan anak yang belakangan sempat ramai terjadi karena anak-anak tersebut kebanyakan merupakan pasien cuci darah dengan penyakit ginjal bawaan sejak lahir.

Sehingga, hal tersebut mengharuskan mereka untuk melakukan cuci darah secara berulang dan seumur hidup.

Cuci darah

“Jadi jumlah kasusnya itu masih wajar. Wajar dalam arti ya memang akan ada bayi atau anak yang memang mengalami kelainan bawaan ginjal pada saat dia lahir,” kata Dokter Piprim.

“Nah ini kalau dikumpulkan dalam satu rumah sakit melalui cuci darah, dan cuci darahnya terus seumur hidup, kan jadi kumulatifnya banyak, terekspos lah,” katanya.

2. Soroti gaya hidup tidak sehat masyarakat Indonesia

Alih-alih hanya fokus terhadap fenomena cuci darah yang sempat viral belakangan ini, Dokter Primpim justru menyoroti gaya hidup masyarakat Indonesia yang dinilai masih buruk. Tidak terkecuali di kalangan anak-anak.

Mulai dari pola makan, pola gerak, pola tidur, dan semua yang sangat berkaitan. Menurutnya, hal itulah yang bisa mempengaruhi peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. Dokter Piprim menyebut, menurut survey yang dilakukan oleh IDAI, ditemukan anak-anak remaja usia 12-18 tahun berisiko mengalami kerusakan ginjal.

Bahkan, dari survey tersebut ditemukan fakta mencengangkan, bahwa berdasarkan cek urin, satu dari lima anak remaja tersebut ternyata terdapat hematuria dan proteinuria alias darah dan protein dalam urin.

“Satu dari lima anak remaja itu dicek urinnya, ternyata terdapat hematuria dan proteinuria. Jadi ada darah dan protein dalam urine. Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita usia 12-18 tahun ini sangat memprihatinkan,” katanya.

3. Gula dan garam jadi biang kerok kasus gagal ginjal anak

Dokter Piprim menyebut, salah satu pola makan anak-anak di Indonesia yang menurutnya menjadi perhatian adalah karena meningkatnya kebiasaan mengonsumsi gula dan garam. Mirisnya, gula yang menurutnya ‘musuh’ bagi anak-anak, justru dianggap aman oleh masyarakat Indonesia.

“Gula itu bahaya karena tidak dianggap berbahaya. Dan makanan tinggi garam juga itu sebaiknya harus dihindari,” katanya.

Minuman kemasan yang dijual di minimarket menurutnya juga perlu dihindari anak-anak. Hal tersebut lantaran mayoritas produk minuman kemasan memiliki kandungan sirup jagung yang tinggi fruktosa, yakni salah satu jenis pemanis yang bisa menyebabkan berbagai penyakit metabolik di dalam tubuh.

“Cegah semaksimal mungkin jangan sampai anak kita itu banyak minum manis atau yang mengandung pemanis yang banyak pada minuman kemasan. Itu kalau kita ke minimarket ya kanan kiri di lemari pendingin itu minuman manis semua,” tuturnya.

“Dan pemanisnya itu biasanya sirup jagung yang tinggi fruktosa, ini pemanis yang luar biasa bisa menyebabkan berbagai penyakit metabolik di dalam tubuh,” katanya.

Selain memicu berbagai penyakit metabolik di dalam tubuh, kandungan pemanis dalam produk minuman kemasan juga kerap bikin anak-anak ketagihan. Akibatnya, gula darah mereka bisa melonjak dan menurun drastis.

“Dan bahayanya minum manis ini dia adiksi ya, kecanduan. Jadi karena lezat, jadi pingin lagi, pingin lagi,” katanya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement