MAHASISWA Universitas Brawijaya (UB) memanfaatkan kandungan daun kelor untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Penyakit alzheimer sendiri merupakan, salah satu tipe demensia yang paling banyak diderita oleh masyarakat dunia, dimana para penderita penyakit ini akan mengalami penurunan fungsi kognitif serta perilaku secara progresif.
Berangkat dari hal itulah empat mahasiswa UB, dari Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) memanfaatkan daun kelor untuk untuk obat pereduksi alzheimer.
Keempat mahasiswa yakni Adi Kurnia Soesantyo dan Jonathan Linggadiputra jurusan Kimia, FMIPA, Gustav Dasa Sitompul (Pendidikan Dokter, FK) dan Farahiyah Sharfina Saputri (Pendidikan Dokter, FK) dibawah bimbingan dr. Husnul Khotimah, berkolaborasi membuat penelitian tentang optimasi ekstrak daun kelor untuk penyakit alzheimer.
Adi Kurnia Soesantyo, ketua tim penelitian menuturkan, suatu inovasi ekstrak daun kelor atau bernama latih Moringa oleifera, Terenkapsulasi Nanopartikel Emas (MO-AuNP) untuk diuji coba pada Tikus Model Alzheimer Disease (AD).
Penelitian ini disebutnya berhasil didanai oleh Kemdikbudristek dan Universitas Brawijaya melalui Program Kreativitas Mahasiswa, bidang Riset Eksakta tahun 2023.
“Saat ini obat Alzheimer yang tersebar luas di pasaran memiliki efek samping tersendiri bagi pasien yang memiliki komplikasi, selain itu obat Alzheimer masih belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat,” ujar Adi, dikonfirmasi pada Jumat pagi (2/8/2024) di Kota Malang.
Menurut Adi, Alzheimer Disease paling banyak disebabkan karena adanya penumpukan Amyloid Beta pada sistem saraf otak. Peptida beta amiloid (Aβ) diproduksi melalui pemrosesan proteolitik protein transmembran, protein prekursor amiloid (APP), oleh β- dan γ-sekretase
“Pada penelitian ini kami membuat Tikus Model Alzheimer yang diinduksi dengan Amyloid Beta. Lalu kami induksikan kembali secara rutin dengan obat ekstrak kelor terenkapsulasi emas buatan kami. Selanjutnya kami melakukan beberapa uji terhadap tikus, terutama adalah uji tingkah laku kognitif tikus,” katanya.
Pada hasil penelitian diperoleh bahwa ekstrak kelor nanopartikel emas (MO-AuNP) akan lebih mudah diserap oleh darah menuju sistem saraf, dibandingkan ekstrak tanpa dienkapsulasi dalam ukuran nano. Selain itu obat yang diinovasikan terbukti mampu meningkatkan kondisi kognitif tikus dan juga mengurangi plak amyloid beta.
Di lain sisi, selain memiliki efek yang menjanjikan, melalui prediksi Adsorbsi dan tingkat toksisitas obat, diprediksi MO-AuNP ini memiliki kondisi toksisitas obat yang rendah, namun penyerapan dan pengikatan protein yang tinggi menuju Sistem Syaraf Pusat (SSP).
“Obat ini sedang dalan tahap pengembangan, masih banyak evaluasi dan langkah yang harus ditempuh, agar obat siap pakai dan dapat digunakan oleh masyakarat luas," tutur Adi.
"Kami berencana pengembangan obat ini tidak hanya berhenti pada skala lab dan pada program PKM ini, namun akan terus dikembangkan dan dioptimasi,” katanya.
Penelitian ini disebut Adi memang masih dalam tahap pengembangan untuk menjadikan alternatif obat penderita penyakit alzheimer. Apalagi ekstrak daun kelor dengan segala macam kandungannya, dinilai bisa meminimalisir efek samping.