Di kampung-kampung yang adatnya masih kuat, para orangtua akan melarang anaknya bermain ke rumah tetangga di hari meugang, karena mereka diwajibkan makan di rumah sendiri bersama keluarga.
Daging yang dimakan mengandung zat besi, protein, vitamin B kompleks, zinc dan omega dipercaya bisa menambah tenaga dan fisik untuk berpuasa esok hari.
Meugang di Aceh bukan hanya diperingati menjelang bulan suci Ramadhan saja. Tradisi ini juga selalu dilakoni sehari atau dua hari menjelang Idul Fitri atau Idul Adha. Namun, tradisi meugang menjelang puasa lebih meriah dibanding meugang Lebaran.
Menurut riwayat meugang pertama sekali diperingati pada masa Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin Sultan Iskandar Muda (1607-1636 Masehi). Istilah makmeugang diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi atau Undang-Undang Kerajaan Aceh.
(Foto: Instagram/@humas_kotasabang)
Kala itu, kerajaan memerintahkan perangkat desa mendata fakir miskin, kaum dhuafa, penyandang cacat, dan anak-anak yatim, kemudian diverifikasi oleh Qadi Mua'zzam sebagai otoritas resmi Kesultanan Aceh untuk memilih yang layak menerima daging. Sultan kemudian memotong banyak ternak, dagingnya dibagikan kepada mereka secara gratis.
Hal itu tak lain sebagai wujud rasa syukur atas kemakmuran kerajaan, di mana raja mengajak rakyatnya ikut bergembira menyambut Ramadhan.
Ketika Belanda menginvasi Aceh sejak 1873, Kerajaan Aceh yang disibukkan dengan perang tak lagi membagi-bagikan daging saat meugang. Namun, tradisi meugang terus berjalan. Rakyat Aceh tetap memperingati tradisi dengan menyembelih atau membeli sendiri daging. Tradisi meugang pun bertahan hingga kini.