KASUS Covid-19 di beberapa negara kembali meningkat. Beberapa di antaranya yakni didominasi oleh varian baru, salah satunya yakni JN.1. Varian JN.1 dari varian JN.1 Covid-19 dianggap sebagai subvarian Omicron BA.2.86 atau Pirola. Varian ini pertama kali terdeteksi pada September 2023 di Amerika Serikat.
Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Covid National Indian Medical Association, Rajeev Jayadevan, mengatakan bahwa varian JN.1 dapat menyebar lebih cepat dan menghindari kekebalan.
“JN.1 adalah varian yang sangat mengelak dari kekebalan dan menyebar dengan cepat, sangat berbeda dari XBB dan semua versi virus ini sebelumnya,” ujar Rajeev.
“Hal ini memungkinkannya untuk menginfeksi orang yang pernah terinfeksi Covid sebelumnya dan juga orang yang telah divaksinasi,” tuturnya.
Lantas, apakah vaksin Covid-19 yang saat beredar cukup efektif untuk mencegah penularan varian JN.1 dan varian baru Covid-19 lainnya?

Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI, Dr. dr. Sukamto Koesnoe memastikan, bahwa vaksin booster Covid-19 masih cukup efektif dalam mencegah penularan berbagai varian baru yang bermunculan, termasuk JN.1. Menurutnya, hal ini lantaran berbagai ahli kerap melakukan pengumpulan data hingga penelitian dari kasus Covid-19 yang terjadi sebelumnya.
“Jadi dulu waktu varian Delta, lalu kemudian varian Omicron, itu kita kan juga ragu-ragu. Ini vaksinnya kira-kira efektif apa nggak ya. Waktu itu kemudian kita juga menganjurkan vaksin yang ada aja lah,” ujar dr. Sukamto, saat diwawancara di Rumah PAPDI, Senen, Jakarta, Rabu (20/12/2023).
“Nah, rupanya dari data yang saya sebutkan tadi memang menurun. Dari sekitar 90-an persen, menjadi 70-an persen. Dan berbagai penelitian yang dilakukan dan dijadikan satu, lalu kemudian dinilai, oh ternyata vaksin booster, itu masih cukup efektif,” tuturnya.
Dokter Sukamto menjelaskan, meski saat ini vaksin Covid-19 masih menggunakan serotipe lama, namun efektifitasnya masih tidak perlu diragukan. Pasalnya, seiring dengan bertambahnya varian baru, para peneliti selalu memperbarui vaksin Covid-19 dengan serotipe baru.
Menurutnya sama seperti vaksin influenza, untuk menciptakan vaksin Covid-19, para peneliti dan tim medis sebelumnya harus mengirim dan melaporkan data ke WHO berdasarkan hasil swab hidung. Lalu, berdasarkan program surveilence tersebut, nantinya WHO diharapkan bisa mengumukan virus apa yang saat ini tengah beredar.
“Menyesuaikan serotipe yang nanti ada di dunia. Jadi sekarang ini varian serotipe, kan influenza itu ada serotipe A, B, yang A itu berubah-ubah di seluruh belahan dunia. Nah itu sama WHO, itu dikumpulkan,” tuturnya.
Menurutnya, perusahaan farmasi dan perusahaan vaksin sendiri sudah belajar bagaimana cara membuat vaksin Covid-19, salah satunya hanya dengan mengganti sterotipe-nya sesuai dengan jenis varian terbaru yang tengah beredar.
“Jadi yang tadinya hanya ‘Wuhan’ saja ibunya si virus itu, itu kemudian sudah mulai ada vaksin di dunia seperti kalau di Amerika itu menggunakan virus monovalent dan bivalent, pake satu sterotipe yang wuhan, satu lagi sterotipe yang terbaru. Terbaru pun nggak yang ada saat ini, tetapi dari penelitian yang ada itu masih cukup efektif,” katanya.
“Nah nanti kemudian berapa persennya, tentu saja menunggu perjalanan ke depan nih. Jadi akan seperti apa nanti akan ada. Tetapi, ini bocorannya juga, vaksin itu nanti kelihatannya seperti vaksin influenza,” tuturnya.
(Leonardus Selwyn)