BEBERAPA waktu lalu, Menteri Kesehatan Budi Sadikin menyoroti kesenjangan yang terjadi antara perawat dan dokter di Indonesia. Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, beberapa waktu lalu, Menkes mengatakan banyak yang menganggap profesi perawat tidak setara dengan dokter.
Kejadian seperti ini tentu saja memprihatinkan, sebab kondisi ini hanya terjadi di Indonesia. Menurut menkes, kesenjangan kedua profesi tidak terjadi di negara lain. Dia juga meminta budaya itu dihilangkan.
Ketua Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI), dr Kemala Rita Wahidi membenarkan kondisi yang terjadi di lapangan.
“Kesenjangan itu terjadi karena dokter yang sudah mencapai spesialis membuat para perawat terkadang sulit untuk memahami instruksi yang diberikan,” ujar dr Kemala dalam acara seminar spesialis keperawatan baru-baru ini.
Dokter Kemala menambahkan perbandingan pendidikan ini membuat proses kerja dilapangan sulit. Perawat jadi sulit memahami dan menganalisa pasien sesuai dengan instruksi dari dokter. Apalagi bila menangani pasien kanker yang kondisinya harus ditangani dengan tepat
“Kesenjangannya itu pendidikan perawat nggak seperti kedokteran. Buat jadiin D3 aja susahnya setengah mati, sementara dokter itu udah sampai subspesialis jadi dua kali lipat kesenjangannya,” tutur dr Kemala.
Menurut dr Kemala hal itu yang membuat para perawat merasa minder dengan perbedaan yang ada.
“Akibatnya kualitasnya banyak yang nggak bagus ke pasien karena nggak semua instruksi dari dokter bisa sampai kepada pasien. Hal ini karena dalam analisa dari perawat belum sama dengan dokter,” katanya.
Untuk mengatasi kesenjangan yang ada antara perawat dan dokter tentunya harus ada spesialis khusus keperawatan. Hal ini membuat perawat dapat menganalisa pasien sesuai dengan dokter spesialis onkologinya.
“Dengan adanya pendidikan spesialis keperawatan ini dapat menghadapi kesenjangan itu bagaimana perawat dapat menganalisa dan analitiknya bisa sama seperti dokter spesialis onkologinya,” ucap dr Kemala.
Dokter Kemala mengakui tata laksana pasien kanker bukanlah hal mudah, terutama yang stadium lanjut. Oleh sebab itu, dibutuhkan para perawat yang bisa mendampingi pasien dalam tata laksana yang tepat sesuai prosedur dari dokter spesialisnya.
“Karena kebanyakan pasien kanker datang dalam stadium advance. Artinya kondisi pasien yang jelek jadi penatalaksanaannya sangat kompleks dan perlu didampingi oleh perawat yang sudah mengikuti program yang dibuat oleh dokter,” ucapnya.
Untuk itu, dari Roche, FIK-UI, RS Dharmais, dan HIMPONI membuat kolaborasi untuk pengembangan tenaga spesialis keperawatan onkologi yang dapat membantu proses tata laksana pasien kanker. Pendidikan keperawatan subspesialis onkologi ini diharapkan untuk meminimalisir kesenjangan dokter dan perawat di Indonesia.
"Bagaimana perawat lulusan subspesialis ini bisa, analisanya, critical thinkingnya bisa sama seperti dokter spesialis onkologinya juga,” kata dr Kemala.
(Leonardus Selwyn)