CANDI Gunung Kawi dikenal juga sebagai Candi Tebing Gunung Kawi, merupakan kompleks candi yang terdiri dari sepuluh candi yang dipahat pada dinding tebing batu pasir, yang terletak di Sungai Pakerisan, Dusun Penaka, Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
Mengutip laman kemdikbud.go.id, candi ini dibangun pada pertengahan abad ke-11 Masehi, tepatnya pada masa Dinasti Udayana atau Warmadewa, di mana proses pembangunan candi ini dimulai di bawah pemerintahan Raja Udayana sekitar tahun 944-948 Saka atau pada tahun 1025-1049 Masehi, dan berakhir pada masa kekuasaan Raja Anak Wungsu pada tahun 971-999 Saka atau sekitar 1049-1080 Masehi.
Menurut Prasasti Tengkulak pada tahun 945 Saka atau 1023 Masehi, terdapat kompleks pertapaan yang disebut Amarawati. Para ahli meyakini bahwa Amarawati merujuk pada wilayah tempat Candi Tebing Gunung Kawi berada.
Tempat ini menjadi persemayaman Udayana bersama dua putranya yakni Raja Marakata Pangkaja dan Anak Wungsu.
Lokasi candi ini tersebar di tiga wilayah sekaligus, yakni lima candi terletak di sepanjang Sungai Tukad Pakerisan, di mana candi tersebut dianggap sebagai bagian utama dari kompleks Candi Gunung Kawi.

(Foto: Instagram/@dewindahayu)
Sementara itu, empat candi lainnya berlokasi di sisi barat sungai, yang membentuk deretan dari utara hingga selatan dan menghadap ke sungai. Selain itu, satu candi terletak di wilayah selatan, hanya sekitar 200 meter dari tepi selatan sungai.
Dalam sejarahnya, Raja Udayana dan Permaisuri Gunapriya Dharmapatni mempunyai tiga orang anak, yang bernama Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Kemudian, sebagai anak sulung Airlangga diangkat menjadi Raja Kediri untuk menggantikan kakeknya, bernama Mpu Sendok.
Setelah Raja Udayana meninggal, kekuasaan kerajaan beralih ke tangan Marakata dan kemudian dilanjutkan oleh Anak Wungsu.
Pada awalnya, Raja Marakata membangun kompleks candi ini sebagai tempat pemujaan untuk mendiang ayahnya, Raja Udayana.
Diperkirakan bahwa bangunan pertama di candi ini dibangun di bagian paling utara, berbeda dengan kelima candi di sebelah timur sungai. Hal ini didukung dengan penemuan sebuah tulisan Haji Lumah Ing Jalu, menggunakan aksara Kadiri kuadrat di bagian atas pintu gerbang candi.