HARI Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) diperingati pada 17 November setiap tahunnya. Tema yang diangkat tahun ini adalah 'Breathing is Life, Act Earlier', yang bertujuan untuk memberi kesadaran kepada masyarakat untuk lebih peduli pada kesehatan paru, khususnya PPOK.
Selain itu acara ini juga bertujuan untuk memahami tatalaksana, dan pencegahannya demi kualitas hidup yang lebih baik. Menurut Laporan Global Initiatives for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2023, menyebutkan bahwa faktor risiko PPOK paling umum adalah asap rokok dan polusi udara yang berasal dari partikel kimia, gas industri atau rumah tangga.
Penyakit ini juga menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia, menyebabkan 3,23 juta kematian pada 2019. Dokter spesialis penyakit dalam dari Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Triya Damayanti, Ph.D, Sp. P(K) membenarkan kalau pengaruh radikal bebas, termasuk polusi dan asap rokok bisa menyebabkan PPOK.
"Tapi nggak semata-mata kena radikal bebas langsung mengidap PPOK, prosesnya butuh, misalnya seseorang tinggal di daerah pabrik itu kan menghasilkan radikal bebas, kena asap kendaraan, kena asap rokok, itu terjadi terus menerus," ujar dr Triya kepada MNC Portal baru-baru ini.
Dokter Triya menjelaskan proses dari pengidap PPOK adalah ketika radikal bebas masuk ke saluran napas. Saluran napas yang memiliki antioksidan ini tidak memiliki pertahanan yang kuat untuk menangkal radikal bebas sehingga masuk ke dalam saluran napas dan paru-paru.
"Lama-lama jaringan paru dan kapiler pembuluh darah rusak karena tidak ada pertahanan untuk melawan radikal bebas. Maka pasien PPOK dengan proses yang berjalan terus terjadi perubahan struktur dari paru dan saluran napasnya jadi rusak menyempit dan alirannya terhambat, pasien mengalami sesak, batuk, karena radang inflamasi menyebabkan dahak," katanya.
Lantas bagaimana cara agar masyarakat tidak terpajan radikal bebas? Hindari merokok, sebab merokok dapat mengurangi fungsi paru.