PENYEBARAN nyamuk wolbachia kini menjadi sorotan publik. Di tengah canggihnya teknologi saat ini, teknologi wolbachia dianggap menjadi salah satu program efektif untuk menurunkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.
Peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD atau kerap di sapa dengan Prof Uut menjelaskan nyamuk yang saat ini tersebar di alam merupakan nyamuk aedes aegepty.
Namun, setelah dilakukan intervensi dengan wolbachia, maka peneliti terlebih dahulu melakukan riset untuk mengetahui seberapa banyak nyamuk yang berada di alam sekitar.
“Caranya kita menyediakan semacam perangkat nyamu, ini banyak jumlahnya dengan sekitar 300 perangkat nyamuk sehingga dari situ kita tahu persis jumlah nyamuk dan dari waktu ke waktu dinamikanya seperti apa kita tahu,” kata Prof Uut dikutip dalam acara Media Briefing PB IDI, Senin 20 November 2023.
Maka dari cara tersebut akan dilakukan pelepasan telur nyamuk yang sudah mengandung wolbachia, dengan dilakukan selama enam bulan. Tidak sampai disitu, Prof Uut juga mengatakan meskipun dalam hal ini memang dilakukan penambahan nyamuk, tetapi nyamuk yang ditambahkan tidak sebanyak dipikirkan masyarakat.
Sebanyak kurang lebih 10 Persen nyamuk ditambahkan untuk dapat membantu nyamuk yang sudah ada di alam. Akan tetapi pelepasan itu juga tidak dilakukan setiap waktu atau terus menerus. Menurut Prof Uut periode itu dilakukan hanya dalam kurun waktu enam bulan, apabila waktu itu telah habis, maka pelepasan nyamuk juga akan diberhentikan.
Sehingga data menunjukkan setelah periode pelepasan wolbachia itu sebetulnya nyamuk sudah tidak bertambah lagi.
“Jadi sebelum dan sesudah pelepasan itu tidak ada perbedaan jumlah nyamuk yang signifikan, hanya sama pelepasan saja itu bertambah tapi juga tidak banyak melepasnya kurang lebih sepuluh Persen,” ucap Prof Uut.