Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ngerinya Tradisi Pemakaman Langit di Tibet, Jasad Manusia Dimutilasi lalu Jadi Makanan Burung

Yesica Kirana , Jurnalis-Kamis, 02 November 2023 |08:01 WIB
Ngerinya Tradisi Pemakaman Langit di Tibet, Jasad Manusia Dimutilasi lalu Jadi Makanan Burung
Burung bangkai diberi makanan mayat manusia dalam tradisi pemakaman langit di Tibet (Foto: Birdfact)
A
A
A

TIBET merupakan wilayah dataran tinggi di Tiongkok, yang berbatasan dengan Myanmar, India, dan Nepal, yang memiliki kebudayaan dan pesona alam luar biasa.

Populasi penduduk Tibet berkisar 6,5 juta orang, dan menurut sumber lainnya dikatakan bahwa leluhur penduduk Tibet yaitu berasal dari keturunan Pha Trelgen Changchup Sempa.

Faktanya, pada tahun 1959 negara Tibet resmi dihapuskan dalam peta dunia, sehingga wilayah ini masuk dalam wilayah Tiongkok. Tibet juga memiliki kebudayaan yang unik seperti 'pemakaman langit'.

Pemakaman langit merupakan sebuah tradisi pada masyarakat Tibet, di mana dalam kepercayaan Buddha proses pemakaman ini adalah simbol harapan, agar bagi mereka yang telah meninggal dapat pergi dengan tenang menuju Surga.

Tradisi Pemakaman Langit di Tibet

(Foto: Great Tibet Tour)

Dikenal juga dengan istilah 'sky burial' adalah kebudayaan tradisional Tibet, dan dalam proses pemakaman tersebut tubuh mayat akan diletakkan di tempat terbuka untuk dimakan oleh burung-burung seperti burung gagak, burung bangkai maupun elang.

Biasanya proses pemakaman akan dilakukan sebelum fajar, dan para tokoh agama akan melakukan doa sambil membakar kemenyan atau olibanum.

Setelah itu, mayat akan dibersihkan lalu ditutup dengan kain putih, dan akan di bawa ke atas bukit untuk melakukan proses pemakaman langit tersebut.

Selain itu, dalam kepercayaan mereka, diyakini bahwa dengan memberikan tubuh mayat kepada burung, maka jiwa tersebut akan bersih dari dosa dan dapat melakukan masa reinkarnasi.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement