Sementara Gerry McLoughlin, koki dari maskapai saingannya, United, mengatakan bahwa dia harus menggunakan rasa dan rempah-rempah yang segar untuk membuat makanan dalam penerbangan terasa lebih kuat.
“Sering kali produk akhir tidak seperti yang dibayangkan, karena hal-hal di luar kendali mereka. Kami merancang makanan dengan bahan-bahan dan pengemasan yang kami tahu dapat bertahan dari proses panjang antara persiapan dan penyajian makanan,” kata Brown.
Jadi, untuk meningkatkan kualitas makanannya, maskapai mulai bereksperimen dengan menguji makanan di lingkungan bertekanan atau di atas pesawat sebenarnya untuk meniru apa yang akan dialami penumpang.
“Anda tidak dapat menggunakan resep yang sama untuk makanan maskapai dengan yang akan Anda gunakan di darat,” kata David Margulies dari Sky Chefs, sebuah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam katering untuk maskapai penerbangan.
Untuk kelas Utama dan Bisnis, Sky Chefs mempekerjakan tim koki eksekutif yang bekerja dengan pelanggan maskapai penerbangan. Sebagian besar makanan ditempatkan dalam rak khusus dan disimpan dalam keadaan dingin sampai dipanaskan kembali dalam penerbangan.
Maskapai terus menemukan cara yang lebih baik untuk meneliti persiapan makanan di ketinggian. Singapore Airlines, misalnya, bekerja sama dengan penyedia katering dalam penerbangan mereka, SATS, yang memiliki simulasi kabin pesawat di pusat katering dalam penerbangan mereka di Bandara Changi Singapore, tempat makanan dimasak dan diuji dalam kondisi bertekanan rendah.
Meski begitu, beberapa maskapai memanfaatkan rasa umami yang tidak terpengaruh oleh ketinggian. Umami adalah rasa kelima atau biasa dikenal dengan rasa gurih, yang bisa didapatkan dari makanan, seperti sarden, rumput laut, jamur, tomat, dan kecap.
Dalam pendekatan yang lebih radikal, koki selebritis Inggris, Heston Blumenthal membagikan semprotan hidung kepada penumpang British Airlines untuk membersihkan sinus sebelum mereka makan. Namun, pendekatan tersebut terbukti tidak populer.