Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Virus Marburg Muncul di Afrika Barat, Pernahkah Terdeteksi di Indonesia?

Muhammad Sukardi , Jurnalis-Sabtu, 14 Agustus 2021 |20:37 WIB
Virus Marburg Muncul di Afrika Barat, Pernahkah Terdeteksi di Indonesia?
Ilustrasi virus marburg. (Foto: Shutterstock)
A
A
A

BADAN Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi satu kasus virus marburg (MVD) ditemukan di Afrika Barat pada 9 Agustus 2021. Ini merupakan kasus pertama kalinya terjadi di wilayah tersebut.

Virus marburg yang masih satu keluarga dengan penyakit ebola terdeteksi kurang dari dua bulan setelah pemerintah negara Guinea mengumumkan berakhirnya wabah ebola yang meledak pada awal tahun ini.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Belum Mereda, Kini Muncul Virus Marburg 

Satu pasien virus marburg itu dinyatakan meninggal dunia. Sampel kemudian diambil dari jasad pasien dan tengah diuji di laboratorium lapangan di Gueckedou serta laboratorium demam berdarah nasional Guinea. Dari hasil lab, benar bahwa pasien yang sudah meninggal dunia itu positif terinfeksi virus marburg.

Sebelum meninggal, pasien mencari perawatan di klinik lokal di daerah Koundou di Gueckedou, di mana tim investigasi medis telah dikirim untuk menyelidiki gejala yang memburuk.

Penanganan virus marburg di Afrika Barat. (Foto: WHO.int)

"Kami memuji tindakan investigasi cepat oleh petugas kesehatan Guinea. Potensi virus marburg menyebar jauh dan luas, untuk itu kita harus menghentikannya," kata Direktur Regional WHO untuk Afrika dr Matshidiso Moeti, dikutip dari laman WHO, Sabtu (14/8/2021).

"Kami pun bekerja sama dengan otoritas kesehatan untuk menerapkan respons cepat yang didasarkan pada pengalaman dan keahlian Guinea di masa lalu dalam mengelola ebola, yang cara penularannya kurang lebih sama," tambahnya.

Baca juga: Virus Marburg Mematikan, Kenali Penyebab dan Gejalanya 

Gueckedou sendiri adalah lokasi yang sebelumnya banyak ditemukan kasus wabah ebola pada 2021. Wilayah ini pun tercatat sebagai area pertama kali kasus ebola ditemukan di Afrika Barat pada 2014.

Menindaklanjuti temuan tersebut, WHO mengerahkan 10 ahli, termasuk ahli epidemiologi dan sosio-antropolog, untuk membantu menyelidiki kasus ini.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement