IBU Tiri tak sekejam Ibu Kota. Kalimat itu mungkin sering didengar anak 90-an, mengingat dahulu orang-orang harus migrasi ke Jakarta jika ingin sukses. Ya, Jakarta memang menjadi tempat tujuan para perantau yang ingin mengadu nasib.
Meskipun tidak semua orang berhasil di Jakarta, tapi ada kesamaan yang mereka miliki, yakni kebersamaan. Tidak heran, jika kemudian ada beberapa tempat yang terkenal sebagai lokasi nongkrong.
Ya, budaya hangout atau nongkrong sudah lama terjaga di Jakarta. Hingga sekarang, Jakarta masih tetap seru untuk dijadikan tempat hangout muda mudi maupun pasangan dewasa yang ingin mengulang kembali momen bersama di masanya.
Di setiap era, DKI Jakarta punya budaya nongkrong yang beda-beda, mulai dari hangout di mall hingga taman ria. Artikel ini coba merangkum kembali kenangan indah momen hangout per era dimulai dari 1950 hingga sekarang. Penasaran?
Berdasar data yang dihimpun Litbang MNC Portal, berikut beberapa lokasi hangout sesuai eranya di Jakarta:
1. 1950-an
Bioskop menjadi tempat hangout remaja pada tahun 1950-an. Buku karya Firman Lubis berjudul 'Jakarta 1950-1970' memberikan cerita keseharian orang Jakarta pada masa itu, berkumpul di bioskop menjadi salah satunya.
Bioskop Menteng adalah salah satu tempat hangout remaja Jakarta yang terkenal pada saat itu. Berlokasi di Jalan H.O.S. Tjokroaminoto, kini tempat tersebut telah berubah menjadi kompleks perbelanjaan Menteng Huis.
Bioskop yang dibuka pada tahun 1950 ini merupakan proyek bioskop pertama arsitek Belanda J. M. Groenewegen. Bioskop ini lengkap dengan bar, restoran kafe, dan juga teras menjadi tempat yang tepat untuk bersantai dan berkumpul bersama teman-teman.
2. 1960-an
Tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, tempat nongkrong di era 1960-an yang sangat hits masih di bioskop. Salah satu bioskop yang juga populer di masa ini adalah Bioskop Megaria yang sebelumnya bernama Bioskop Metropole.
Tidak hanya pada tahun 1960-an, bioskop ini masih populer di kalangan mahasiswa hingga 1990-an karena lokasinya yang dekat dengan kantor pusat partai-partai dominan, mengingat saat itu bersamaan adanya gejolak politik di Indonesia.