“WHO merekomendasikan bahwa orang yang divaksin tidak boleh dibebaskan dari tindakan pengurangan risiko perjalanan lainnya,” tertera dalam pernyataan yang ditulis 5 Februari lalu.
Menurut WHO, orang-orang yang tidak memiliki akses mendapatkan vaksin Covid-19 akan secara tidak adil kebebasannya bergerak terhambat, jika bukti status vaksinasi misalnya lewat paspor vaksin tersebut jadi syarat seseorang untuk masuk atau keluar dari suatu negara.
Senada dengan WHO, Dr. Deepti Gurdasani, Epidemiolog Klinis di Queen Mary University of London, Inggris menyebutkan, untuk saat ini ide paspor vaksin tersebut tidak didukung dengan bukti-bukti ilmiah yang cukup.
“Saya dapat melihat bahwa itu mungkin berguna dalam jangka panjang, tetapi saya khawatir ketika saya pikir bukti ilmiah tidak mendukungnya. Kita baru tahu sangat sedikit tentang keefektifan vaksin dalam mencegah infeksi atau bahkan penyakit tanpa gejala terhadap beberapa varian yang beredar di berbagai negara,” pungkas Dr. Deepti.
(Dyah Ratna Meta Novia)