Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Pelindung Kakatua Seram di Negeri Masihulan (2)

Antara , Jurnalis-Senin, 22 Februari 2021 |13:00 WIB
Kisah Pelindung Kakatua Seram di Negeri Masihulan (2)
Sony Sapulette, pelaku ekowisata di Desa Masihulan, Seram Utara, Maluku Tengah (Antara)
A
A
A

Proyek percontohan pertama di 2003, yaitu uji coba dengan burung paruh bengkok pertama nuri bayan. Masyarakat memberikan respons positif karena melihat komitmen dari Ketua Yayasan Wallacea Ceisar Riupassa dan Stewart untuk mengembangkan konservasi alam di Masihulan untuk menjaga kelestarian satwa paruh bengkok.

“Carita rumah pohon ini, sama dengan PRS. 'Katong' (saya0 orang lokal ini 'seng' (tidak) terpikir 'biking' (membuat) apa yang mau 'dibiking' sebagai satu daya tarik. Tapi itu hasil buah pikiran dari Pak Ceisar 'deng' (dengan) satu bule yang datang 'deng' grup besar untuk ekspedisi goa, (bersama) Demen dan Dina. Dekat sekali dengan masyarakat. Program rumah pohon (plafon pemantauan burung) dan PRS ini dibuat sama-sama dengan Om Buce dan kawan-kawan lainnya.” katanya.

Setelah melewati suatu proses panjang, membuat Sony mau mencoba belajar dalam menjalani ekowisata dan membuat paket wisata. Belajar dan mengikuti pengalaman dari Ciesar dalam hal menjadi "tour guide" dan "travel agent".

Itu karena dirinya melihat bahwa melalui pariwisata, mereka juga dapat membantu dalam pelaksanaan konservasi alam. Ia tidak hanya membuat paket pemantauan burung, tetapi juga mendirikan "homestay" yang terletak di hutan Masihulan dan membuat mereka dapat merasakan sensasi tersendiri dengan mendengarkan secara langsung kicauan buruh paruh bengkok saat menginap di sana.

Tantangan masa pandemi

Pandemi COVID-19, bencana kesehatan global itu juga berdampak kepada pelaku ekowisata di Masihulan. Seperti penuturan Sony dan Wakil Ketua Kelompok Birdwatching Masihulan Noke Lopez Sapulette, sejak Maret hingga Desember 2020 wisatawan yang datang sangat berkurang, hanya beberapa media nasional saja yang datang untuk meliput.

ilustrasi

Sedangkan wisatawan mancanegara yang biasanya datang melihat burung paruh bengkok pun tidak dapat datang, karena rencana perjalanan mereka terhenti efek dari pandemi COVID-19. Selama masa itu, setidaknya hanya empat kelompok wisatawan yang untuk melihat aksi burung-burung paruh bengkok secara langsung di alam Masihulan.

Ruang gerak peluang perekonomian di sana yang terbata untuk menghidupi keluarga di masa pandemi bukan hanya dirasakan oleh para pelaku ekowisata di Masihulan. Tetapi Burung Paruh Bengkok yang berada di PRS di sana pun terdampak, membuat satwa-satwa dilindungi yang dikonservasi di sana pun harus ada yang mati karena kekurangan pakan.

Ada yang terpaksa hanya diberi pakan satu kali dalam satu hari bahkan dua hari, ada yang tidak bisa diberi pakan sama sekali. Belum lagi kondisi kandang yang jarang dibersihkan, karena honor pekerja pemelihara satwa tidak dapat dibayarkan dengan semestinya karena pengunjung berkurang drastis.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement