Lalu, bagaimana dengan museum konvensional yang menyimpan banyak artefak dan benda-benda bersejarah seperti karya lukisan seniman legendaris? Apakah museum ini tetap bisa ditransformasikan menjadi museum digital?
Praktisi warisan budaya dunia, Yunus Arbi berujar, sebelum proses digitalisasi museum dilakukan, pengelola harus memahami betul karakter-karater benda yang mereka miliki.
Secara konservasi, harus dilihat terlebih dahulu tingkat kerentanan benda terhadap intervensi-intervensi benda asing. Seperti karya lukisan yang diklaim sangat sensitif dengan cahaya.
"Sebenarnya dalam konteks teknologi digital kita harus paham dulu. Berapa kekuatan efek cahaya yang bisa mengenai benda. Karena seringkali benda-benda di museum konvensional itu tidak boleh terkena cahaya dari blitz kamera. Jadi harus disiapkan strategi khusus agar tidak ada dampak yang ditimbulkan terhadap benda," ujar Yunus.
"Bisa dimulai dengan menciptakan sistem pengukuran cahaya sampai ke tingkat berapa cahaya bisa dikeluarkan melalui alat. Itu tahap pertama yang harus kita lakukan. Bukan berarti kemudian digitalisasi harus berhenti, harus dipikirkan teknologi yang digunakan agar tidak membawa dampak," tandasnya.
(Rizka Diputra)