PASCA-Pemilu 2019, beberapa pihak akan melangsungkan perhitungan cepat dan memastikan semua surat suara telah dihitung dengan benar. Sebagian masyarakat lainnya mengawal terus proses perhitungan surat suara agar tidak ada kecurangan atau tindakan pidana yang terjadi.
Di sisi lain, mereka para calon legislatif (Caleg) ketar-ketir, menungu nasib mereka ke depannya yang hanya ditentukan beberapa waktu menyoblos. Mereka was-was; Lanjut menjabat atau semua angan dan mimpi mesti dikubur dalam-dalam.
Fenomena ini tampaknya selalu ada di lini masyarakat kita. Harapan yang terlalu tinggi membuat seseorang menaruh standar yang tinggi juga dan ketika itu semua tak dapat dicapai, stres dan depresi menjadi akhirnya. Kondisi ini tentu bisa diminimalisir bahkan bisa dikendalikan, tentunya dengan penanganan dan sikap yang tepat.
Dokter Ari Fahrial Syam, SpPD, coba menguliti fenomena khas ini. Dalam pandangannya, di Pemilu 2019 ini akan tetap ada Caleg yang akan mengalami depresi, terkait dengan jumlah tentu dia tak dapat memprediksinya.
Baca Juga: Gaya Polwan Cantik Fitrya Wijayanty yang Bikin Pemilu Makin Adem

Depresi yang dialami pun bisa dalam beberapa tingkatan, mulai dari ringan hingga berat atau yang biasa disebut psikosis akut.
"Alasan kondisi ini muncul tentu karena kekecewaan yang begitu besar. Itu kenapa RSUD dan RS Jiwa juga sudah mengantisipasi lonjakan pasien gangguan jiwa pasca-Pemilu ini," terangnya pada Okezone melalui pesan singkat, Rabu (17/4/2019).
Perlu Anda ketahui, untuk ajang demokrasi tahun 2019 ini, ada 245.106 caleg DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Mereka hanya memperebutkan 10 persen kursi. Artinya akan ada 200.000 orang gagal dan pastinya kecewa karena tidak berhasil menjadi anggota dewan.
Hal menarik lainnya ialah dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), hampir 3.000-an caleg tersebut menyebut tidak punya atau belum punya pekerjaan. Walau mungkin saja sebagian besar juga sudah siap kalah.
Perjalanan panjang pun juga sudah dilalui oleh para caleg untuk menjadi caleg. Misalnya saja caleg yang harus keluar dari perkerjaannya karena merasa kans besar untuk menjadi anggota legislatif, dan mencoba peruntungan untuk bisa menjadi anggota legislatif.
Baca Juga: 5 Potret Stylish Kiki Widya Sari, Polwan Cantik Layaknya Artis K-Pop

Selain para caleg, keluarga, politisi, para penyandang dana para caleg, juga akan menunggu harap-harap cemas apakah mereka, keluarga mereka, caleg yang mereka usung dapat berhasil. Dana yang cukup besar terus dikeluarkan selama masa kampanye merupakan salah satu faktor stress tersendiri.
Belum lagi, jika uang tersebut didapat melalui pinjaman uang, baik melalui kantor penggadaian atau bank atau bahkan melalui rentenir. Rumah, tanah atau aset lain mungkin sudah jadi jaminan dari proses utang piutang ini.
"Aset ini akan tersita jika mereka tidak bisa mengembalikan dana pinjaman tersebut. Kondisi ini jelas berpotensial untuk menimbulkan kekecewaan dan stress yang cukup berat apalagi juga rumah tangga berantakan akibat kondisi ini," ungkap dokter Ari.