Tren rokok elektrik atau vape belakangan ini memang tengah menyita perhatian publik, karena dianggap dapat mengurangi dampak negatif dari merokok. Berdasarkan hasil studi dari Public Health England (PHE), produk tembakau alternatif yang diproses dengan teknik pemanasan dipercaya memiliki risiko kesehatan 95% lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Bahkan sebuah penelitian sudah dilakukan untuk mengetahui bahaya tar yang dibakar dengan tar yang dipanaskan (vape). Penelitian tersebut dilakukan secara langsung oleh dr. Amalya dan timnya, yang dimulai sejak tahun 2014 lalu.
"Tahun 2014 kami sudah melakukan tinjauan pustaka mengenai penelitiab yang sudah dilakukan di luar negeri. Tahun berikutnya kami mulai meneliti liquid yang digunakan pada vape. Dan 2017 lalu, kami meneliti mulut para pengguna vape, perokok aktif, dan mereka yang tidak merokok sama sekali," jelas Amalya.
Hasil penelitian menunjukkan, sel-sel yang melapisi pipi bagian dalam para perokok aktif, diketahui memiliki inti sel yang lebih banyak dibandingkan pengguna vape dan mereka yang bukan perokok. Dengan kata kain, sel-sel ini memiliki kecenderungan mengalami ketidakstabilan yang dapat mengakibatkan dysplasia, sebuah kondisi di mana perkembangan sel dan jaringan berjalan tidak normal.
Menurut dr. Feni Fitriani Taufik, Sp. P(K), salah satu anggota Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) mengatakan, bahwa selama ini telah terjadi kesalahan presepsi di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak yang mengira vape merupakan salah satu cara terbaik untuk berhenti merokok, dan terhindar dari efek sampingnya.
