“Karena ketika saya baca bukunya, saya sudah membayangkan setnya ‘oh ini akan sangat cantik sekali apabila dijadikan sebuah film.’ Tapi dari situ pula mungkin ekspektasi pribadi ya, mungkin karena ekspektasi pribadi dan gambaran yang sudah saya punya saat membaca bukunya, di situ ada beban tersendiri saat saya dipanggil untuk mendesain set untuk filmnya,” papar pria kelahiran tahun 1980 ini.
Film Crazy Rich Asians yang sukses di Box Office Amerika bercerita tentang lika-liku kehidupan keluarga kaya raya di Singapura. Film ini ber-setting di Amerika dan Singapura. Selama kurang lebih tiga bulan, Teddy dan seorang desainer ruang lain yang berasal dari Kanada, Kyle White, bekerja langsung dengan production designer Nelson Coates dan tim untuk membangun setiap sudut ruangan yang sangat identik dengan kebudayaan Asia, secara detil. Tantangannya? Hampir seluruh proses syuting harus dilakukan di Malaysia.
Baca juga: Gencarkan Wisata Danau Toba, Kemenpar Fokus ke 3A!
“Betul, untuk semua rumahnya dari mulai Tyersall Park (Red: rumah kediaman keluarga Young) itu kita shoot di Malaysia juga kita ubah. Jadi itu adalah guest house, semacam wisma kenegaraan Malaysia yang telah lama kosong dan tidak terawat, lalu kita renovasi dan kita perbaiki sampai jadi seperti di film. Itu di handle oleh kami berdua, saya dan Kyle, set designer dari kanada. Lalu Kyle menangani set bachelor party, kebetulan saya kebagian untuk pesta pernikahannya yang di Singapura, di gereja maupun yang di Gardens by the Bay,” ujar lulusan fakultas seni rupa dan desain dari Institut Teknologi Bandung ini.
Tantangan yang dihadapi oleh Teddy pun tidak berhenti di situ saja. Beberapa adegan yang menceritakan dua tokoh utama dalam film ini, yaitu Nick Young dan Rachel Chu, yang ber-setting di kota New York pun juga harus ia pindah ke Malaysia.