Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Menikmati Sensasi Deru Ombak Pantai Barat Daya Mentawai dan Kehidupan Masyarakatnya

Rus Akbar , Jurnalis-Rabu, 04 Juli 2018 |20:00 WIB
Menikmati Sensasi Deru Ombak Pantai Barat Daya Mentawai dan Kehidupan Masyarakatnya
Pantai di Pasakita Taileleu, Mentawai (Foto: Rus Akbar/Okezone)
A
A
A

RIBUAN batang kelapa berjejer di sepanjang pantai Desa Pasakiat Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Kelapa merupakan sumber ekonomi masyarakat setempat.

Cuaca saat dikunjungi daerah itu kurang bersahabat, kondisi mendung namun tidak badai. Biasanya kalau badai tidak ada kapal-kapal atau perahu nelayan yang menembus daerah Pasakiat Taileleu.

“Meski mendung saat ini tapi tidak badai, untuk mengakses daerah ini (Pasakiat) baru bisa lewat laut, kalau badai tidak ada yang sanggup menembus daerah ini karena gelombang besar dari Samudera Hindia. Memang sudah ada jalan Trans Mentawai dibuka pemerintah namun masih baru dan belum ada pengerasan,” tutur Mantan Kepala Desa Pasakiat Taileleu Safrizal Sageilepak kepada Okezone.

 (Baca Juga:Menyelami Olele Lihat Bunga Karang Raksasa Mirip Lukisan Terkenal Eropa)

Dusun Kirip merupakan puncak kebun kelapa yang ada dipinggir pantai karena letaknya paling ujung desa tersebut. Beberapa warga yang dilewati sibuk dengan menyalai kelapanya untuk jadi kopra yang berjarak sekitar 20 meter dari bibir pantai.

 

Saat melintasi daerah Kirip tersebut, di atas batu karang yang berlumut ada sebuah pohon tinggi yang kondisinya sudah mati. “Itu namanya pohon jomblo karena sendiri berdiri disitu,” kata Safrizal sambil tertawa.

Hamparan pasir putih sepanjang pantai tanpa ada pencemaran dari industri rumah tangga menyatukan kecantikan alam tersebut. Di daerah tersebut ada juga batu karang sebagai benteng penghancur dasyatnya gelombang yang menghantam bibir pantai.

Di depan pantai itu ada pulau-pulau kecil yang dijadikan homestay para turis yang ingin berselancar. Daerah ini memang memiliki spot selancar yang mendunia, sehingga wisatawan dari berbagai dunia mendatangi wilayah tersebut.

(Baca Juga:Mural-Mural Mengagumkan Pesepakbola di Berbagai Negara Meriahkan Piala Dunia 2018)

 

Desa Pasakiat Taileleu memiliki beberapa kampung, Baddan, Boboakenen, Maonai, Peipei, kirip, Tolomo dan Bolotok. Saat masuk kampung ada beberapa anak-anak memakai ritual adat di sebuah rumah, begitu juga orang dewasa memakai atribut khas Mentawai. “Disini upacara adat dan aturan adat masih kuat,” kata Syafrizal.

Selain itu ada juga orang tua yang sedang membuat sampan di pinggir sungai, dengan menggunakan alat tradisional, seperti kapak beliung (kapak persegi tiga). Laki-laki berusia 60 tahun yang badannya dipenuhi tato Mentawai sibuk menghaluskan badan sampan Mentawai sepanjang 6 meter itu.

“Sudah dua satu bulan saya membuat sampan ini untuk keperluan kami. Sampan ini dari kayu meranti merah yang diambil dari atas tanah kami,” ujar Viktor (60) pembuat sampan.

 

Nanti kalau sudah selesai membuat sampan ini mereka akan melakukan upacara adat untuk mendoakan agar sampan itu berguna untuk kebutuhan hidup mereka. Warga Desa Pasakiat Taileuleu sangat ramah senyum dan sapaan masyarakat menyemangati untuk berkunjung daerah pulau terluar tersebut.

Warga Desa Pasakiat Taileleu rata-rata bermata pencarian kebun kelapa, petani dan nelayan. Mereka mengolah kelapa sebagai sumber hidup mereka. Seperti Nangnang Sakoikoi, salah seorang petani kelapa mengatakan, harga kelapa kadang naik kadang turun saat naik mencapai Rp7 ribu per kilogram namun kalau harga kopra turun mencapai Rp5.500 per kilogram.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement