Dalam cerita asal-usulnya pemilihan nama songket subahnale menjadi satu apresiasi nenek moyang yang mengenalkan wastra ini kepada masyarakat lokal. Subahnale berarti Subhanallah dalam bahasa Arab. Ternayata nenek moyangnya dulu tidak berhenti membuat kain songket selama 1,5 bulan. Itulah yang membuat masyarakat kagum atas peninggalan wastra songket.
Kemudian, proses pembuatan kain songket Sasak hampir serupa dengan daerah lainnya. Pengrajin mulanya telaten memintal benang supaya bisa membantuk kain yang lebar dan panjang. Kemudian, ada proses mengoleskan air nasi supaya kain jadi kaku dan mudah dibentuk. Barulah, pengrajin melakukan teknik menyatukan benang menjadi songket yang indah.
Benang yang dipakai untuk membuat kain ini pun mengandalkan pewarna alam. Penduduk setempat menggunakan benang dengan warna dari tumbuh-tumbuhan. Seperti sabut kelapa, kulit kayu, kapur sirih, daun nila, akar pohon, daun taum, dan pewarna lainnya yang populer.
Keunggulannya, saat sudah menjadi kain cantik, saat dicuci tidak akan luntur. Buktinya Inak Miye punya kain yang disimpan dan dipakai sekira 26 tahun. Kualitas kain tetap bagus dan warnanya tidak pudar.