(foto: businessinsider)
Suasana politik yang kental dalam dunia kontes kecantikan Amerika ini bahkan masih berjalan hingga detik ini. Contohnya pada 2008 saat kandidat calon wakil presiden kala itu, Sarah Palin menjargonkan kepada publik tentang prestasinya sebagai juara tiga dalam ajang Miss Alaska 1984. Lalu di era milenial sekarang, tepat pada 2016 ini saat Donald Trump berkompetisi untuk menjadi calon presiden ke-46 AS. Tentunya ia pun tidak absen untuk memanfaatkan segala akses platform yang ia miliki. Sebut saja seperti soal kepemilikan organisasi kecantikan sebagai platform untuk melancarkan karir, publisitas dan imejnya di televisi.
Kontes Kecantikan Sebagai Barometer Posisi Wanita di Lingkungan Sosial
Industri kontes kecantikan di Amerika sendiri mempunyai peranan penting sebagai barometer posisi wanita di lingkungan sosial Amerika. Pada 1968, ajang kecantikan di Amerika memunculkan protes dari kaum aktivis wanita, dalam protesnya mereka meminta bahwa jangan ada lagi perhelatan Miss America sambil menghelat aksi membakar pakaian bra sebagai simbolik. Para aktivis wanita tersebut memandang bahwa suatu ajang kontes kecantikan pada dasarnya hanya membuat sosok wanita sebagai suatu objek publik dan tema dari pop culture yang akhirnya memunculkan suatu stereotypes tersendiri perihal gender. (bersambung)
(Silvia Junaidi)