TERJADINYA perceraian pada pasangan suami-istri dapat disebabkan banyak masalah. Dari permasalan KDRT, cemburu, selingkuh hingga soal perekonomian keluarga.
Pernikahan sedianya berlangsung langgeng hingga maut yang memisahkan. Namun, keinginan manis tersebut memang tak selamanya dirasakan semua pasangan. Dalam perjalanannya, ada kalanya permasalahan yang melanda membuat bangunan rumah tangga goyah. Imbasnya, tak jarang perceraian pun jadi jalan akhir yang ditempuh banyak pasangan.
Menyoal hal tersebut, menurut Psikolog dan Dosen Muda Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Bandung, Fredrick Dermawan Purba MPsi mengatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dia lakukan, sebanyak 10 persen dari pernikahan yang terjadi di Indonesia setiap tahun berakhir dengan perceraian, dan 70 persen diajukan oleh istri. Tiga alasan terbesar ialah ketidakharmonisan, ekonomi, dan kecemburuan.
Soal ekonomi misalnya, menjadi hal yang banyak menyebabkan terjadinya perceraian. Baru-baru ini, isu tersebut pun melanda pasangan Markus-Kiki Amalia.
“Misalnya, masalah ekonomi menjadi penyebab perceraian bisa dikarenakan pemicunya bukan hanya dari satu pihak. Biasanya dipicu dari pembahasan biasa sehingga secara tidak sengaja menyinggung dan menjadi pertengkaran besar satu sama lain,” jelasnya saat berbincang dengan Okezone via sambungan telepon, Senin (17/12/2012).
Apalagi, realitanya saat ini banyak wanita yang bekerja dan memiliki penghasilan tinggi melebihi pasangannya. Tak ayal, hal ini turut menjadi batu sandungan bagi hubungan yang dibina. Pasalnya, kewajiban mencari nafkah berada di punggung pria. Mungkin hal tersebut yang kerap menimbulkan polemik tersendiri bagi banyak pasangan ketika masing-masing pasangan sama-sama bekerja.
Fredrick memaparkan bahwa posisi pria dalam kehidupan rumah tangga merupakan pencari nafkah bagi keluarganya. Sementara kewajiban seorang istri ialah mengurus rumah tangga, mengurus, dan memantau tumbuh kembang anak.
Meski saat ini posisi istri bekerja sudah setara dengan pria, namun kedudukan asli tetaplah sosok suami yang mencari nafkah keluarga. “Keberadaan pencari nafkah ganda di Indonesia baru berkembang di tahun 90-an, karena kebutuhan perekonomian yang meningkat, sehingga menjadikan wanita harus bekerja guna membantu keberlangsungan hidup rumah tangga,” sambungnya.
“Dikarenakan seorang pria yang mempunyai pride lebih tinggi di atas wanita, jadi kemungkinan jika si pria merasa kurang penghasilannya dari istri menjadi penyebab perceraian. Karena secara psikologis, hal tersebut memengaruhi hubungan rumah tangga dan peran suami sebagai pencari nafkah utama. Dan walaupun wanita bekerja, tuntutan nafkah untuk istri tetaplah hak yang sudah sewajarnya. Uang suami itu adalah uang untuk keluarga, di mana merupakan penghasilan utama dan istri hanya mengelolanya,” tutupnya. (ind)
(Tuty Ocktaviany)