“Situasi sosial yang relatif lebih stabil membentuk optimisme, terutama di kalangan generasi muda, untuk melangkah ke jenjang pernikahan,” ujar Abu.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kenaikan angka pernikahan perlu disikapi secara proporsional. Kementerian Agama, kata dia, tidak hanya berfokus pada kuantitas, tetapi juga pada kualitas pernikahan dan ketahanan keluarga. “Yang terpenting bukan sekadar angka, melainkan bagaimana pernikahan dijalani secara sehat, bertanggung jawab, dan berkelanjutan,” tegasnya.
Menurut Abu, data pernikahan yang terekam dalam SIMKAH menjadi dasar penting bagi pemerintah dalam membaca dinamika sosial serta merumuskan kebijakan pembinaan keluarga secara lebih tepat sasaran. “Data yang akurat menjadi fondasi kebijakan. Dari SIMKAH, kami dapat melihat dinamika pernikahan nasional secara objektif dan menyeluruh,” katanya.
Ke depan, Abu menegaskan komitmen Kementerian Agama untuk terus meningkatkan kualitas layanan pernikahan, memperluas jangkauan edukasi pranikah, serta memperkuat sinergi lintas pihak dalam membangun keluarga Indonesia yang kokoh.
“Kenaikan ini kami maknai sebagai momentum untuk terus memperkuat pembinaan keluarga. Pernikahan yang tercatat dengan baik, terlayani secara profesional, dan dibekali pembinaan yang memadai akan menjadi fondasi penting bagi ketahanan keluarga dan masyarakat,” pungkasnya.
(Khafid Mardiyansyah)