Bahasa itu penting. Ketika kita terlalu sering meminta maaf, kita melemahkan komunikasi dan merendahkan diri sendiri. Permintaan maaf yang tulus tidak hanya terdengar hampa ketika kita terus-menerus meminta maaf, tetapi kita juga menciptakan lanskap batin yang ditandai dengan perasaan tidak layak untuk membiarkan keyakinan, permintaan, dan pernyataan umum kita berdiri sendiri.
Alih-alih mengucapkan maaf dengan asal-asalan, cara yang baik untuk menganalisis apakah permintaan maaf itu perlu atau bermanfaat adalah dengan bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya perlu meminta maaf?” dan “Apakah saya melakukan sesuatu yang benar-benar memenuhi kriteria berikut?”
Terlalu banyak dari kita yang terbiasa menyisipkan kata "maaf" dalam bahasa kita sesering kita menggunakan jeda verbal seperti "um". Dengarkan diri kamu minggu ini dan perhatikan seberapa sering kamu meminta maaf. Berapa banyak dari permintaan maaf itu yang tidak perlu? Mulailah menahan lidah kamu ketika kamu merasa ingin meminta maaf. Tidak hanya orang lain akan lebih menghormati kamu, kamu juga akan lebih menghormati diri sendiri.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)