“Untuk perokok dewasa yang belum bisa berhenti sepenuhnya, pendekatan pengurangan bahaya yakni dengan beralih dari rokok ke produk tembakau alternatif yang tidak melalui proses pembakaran, seperti rokok elektronik dan produk tembakau dipanaskan, dapat menjadi salah satu opsi transisi yang secara ilmiah terbukti dapat mengurangi faktor risiko kesehatan. Ini bukan menggantikan upaya berhenti merokok, tapi bagian dari strategi bertahap agar risiko kesehatan dapat ditekan secara lebih realistis,” jelasnya.
Menurut Dimas, diskursus tentang harm reduction perlu terus dibingkai dalam konteks kesehatan publik dan tata kelola berbasis data, agar kebijakan tetap melindungi masyarakat sekaligus memberi ruang pada pendekatan ilmiah.
“Di dalam konteks kolaborasi, di dalam konteks sadar risiko, bagaimana kita membangun regulasi itu harus berbasis scientific evidence. Jadi lembaga kesehatan boleh berbeda pendapat, tapi letakkan permasalahannya di atas meja, kaji bersama, undang pentahelix atau hexahelix untuk mengukur apakah ini berisiko apa enggak,” tutur Dimas.
Kegiatan ini menghadirkan panelis dari berbagai lembaga, yakni Prakosa Grahayudiandono, Direktur Sistem dan Manajemen Risiko, Bappenas; Dr. Nurma Midayanti, Direktur Statistik Ketahanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS); serta Dimas Syailendra Ranadireksa, Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO).
(Khafid Mardiyansyah)