KISAH menyentuh di balik penemuan rice cooker menarik diulas. Sebab, ada perjuangan seorang ibu di Jepang.
Kini, rice cooker telah jadi peralatan elektronik yang wajib dimiliki di setiap rumah. Alat ini biasa digunakan untuk memasak nasi.
Seiring perkembangan zaman, kini rice cooker tak hanya berfungsi untuk memasak nasi. Alat elektronik ini juga bisa dipakai mengukus, merebus sayuran, dan bahkan membuat kue.
Di balik pemakaiannya yang sangat bermanfaat saat ini, ada kisah perjuangan dari ibu di Jepang yang jadi berandil besar dalam penemuan rice cooker. Seperti apa kisahnya?
Jika Anda menggunakan rice cooker, Anda harus berterima kasih kepada Yoshitada dan Fumiko Minami. Dilansir dari BBC, Rabu (21/5/2025), kisah menyentuh ini dimulai di sebuah daerah yang berada di Jepang, yakni Ehime, di Pulau Shikoku.
Pada 1995 atau tepatnya setelah Perang Dunia II berakhir, Yoshitada Minami yang merupakan seorang pengusaha di wilayah itu mengalami kesulitan menjual pemanas airnya. Dia berusaha mencari cara untuk mengembalikan kejayaan bisnisnya yang mulai lesu. Beruntung, Yoshitada Minami memiliki sejumlah teman dari kalangan atas.
"Ia (Yoshitada Minami) memohon kepada Matsumoto, yang merupakan kepala pengembangan peralatan listrik rumah tangga Toshiba, untuk mengizinkannya membuat produk apa pun,” cerita putra bungsu Yoshitada, yakni Aiji Minami, memaparkan kisah pertemuan ayahnya dengan petinggi Toshiba, dikutip dari BBC.
“Matsumoto merasa terganggu dengan desakan ayah saya. Jadi, ia mengatakan kepada ayah saya bahwa ada wacana untuk membuat mesin penanak nasi. 'Coba deh membuatnya menjadi produk'," lanjutnya.
Ternyata, Yoshitada benar-benar menuruti permintaan dari Matsumoto untuk membuat mesin penanak nasi. Padahal, kala itu, Matsumoto memberikan proyek itu kepada Yoshitada supaya tetap sibuk dan tidak mengganggunya lagi.
Yoshitada tidak tahu harus mulai dari mana saat memasak nasi. Jadi, ia meminta bantuan istrinya, yakni Fumiko Minami.
"Nama ibu saya adalah Fumiko Minami. Keluarganya adalah kelas ksatria yang cukup tinggi. Kakek saya adalah seorang pria desa, dan dialah yang membuat keluarganya sangat dihormati,” cerita Aiji.
"Jadi, kakek saya datang ke Tokyo bersama ibu saya. Kemudian, ibu saya bekerja di sebuah restoran besar di Omori,” lanjutnya.
“Suatu kali, ayah saya bertemu dengannya di sana dan jatuh cinta padanya. Tak lama kemudian, mereka menikah dan anak-anak pun lahir untuk melengkapi rumah tangga mereka yang sudah sangat sibuk,” jelas Aiji.
"Ada banyak karyawan perusahaan yang tinggal di rumah saya sehingga ibu saya sibuk sekali," kenang Aiji.
Fumiko pun punya peran besar dalam pembuatan mesin penanak nasi yang dilakukan Yoshitada. Selain mengurus rumah, Fumiko juga ditugaskan untuk menguji berbagai versi penanak nasi yang dibawa pulang Yoshitada.
"Kami anak-anak tidak bisa hanya berdiri menontonnya melakukannya, jadi kami mulai membantunya,” papar Aiji.
Selagi anak-anaknya memeriksa termometer, Fumiko akan mencatat suhu di buku sekolah anak-anaknya. Hal itu bahkan dilakukannya sepanjang waktu.
"Ketika kami melihat buku catatan, kami menemukan hasil pengukuran yang dicatat pada pukul 2 atau 3 pagi. Itu menunjukkan bahwa ibu saya mengujinya sendiri, bahkan setelah menidurkan anak-anaknya,” ucap Aiji.
“Meskipun ia lelah karena melayani tamu-tamunya dan begadang untuk menguji penanak nasi, ia tetap bertahan. Di musim dingin, saat cuaca sangat dingin, kami memasak nasi di atap saat turun salju," lanjutnya.
"Kami juga memasak nasi di kotatsu, meja kayu rendah yang ditutupi selimut tebal untuk menghangatkan kaki. Kotatsu sangat populer di musim dingin Jepang. Saya ingat saya bermain di kotatsu dengan seekor kucing dan membalikkan nasi lalu dimarahi,” jelasnya.
Fumiko pun turut melibatkan anak-anaknya dalam membantu sang suami menciptakan alat penanak nasi ini. Anak-anak ditugaskan memakan nasi hasil masakan berbagai versi penanak nasi.
"Sejujurnya, rasanya sangat buruk. Bagaimana ya? Nasinya gosong atau kurang matang. Dan nasinya banyak sekali," kata Aiji.
Perjuangan besar Fumiko Minami tak sampai di situ. Saat percobaan demi percobaan berlangsung, kesehatan Fumiko mulai memburuk. Namun, ia tetap berjuang.
"Ayah saya mengalami berbagai kesulitan dan melakukan hal-hal, seperti mengundang orangtuanya untuk tinggal bersama keluarga. Saya pikir ibu saya bekerja sangat keras agar ia dapat membalas budi orangtuanya. Saya merasakan hal yang sama," ujar Aiji.
Fumiko Minami terus berjuang menyempurnakan rice cooker pada siang dan malam. Kerja kerasnya pun membuahkan hasil manis karena akhirnya tercipta mesin penanak nasi yang bisa menghadirkan rasa yang lezat.
"Ayah saya membawa pulang mesin penanak nasi pada tengah malam dan memaksa semua orang untuk bangun dan berkata, ‘Kita akan makan ini bersama-sama'. Kemudian, kami memasak nasi dengan penanak nasi dan makan sambil berkata, ‘Ah, ini lezat sekali'” cerita Aiji.
Mesin penanak nasi pun laris terjual di Jepang dan banyak negara lainnya. Banyak orang berterima kasih kepada Fumiko.
"Saya tidak tahu angka pastinya, tetapi saat mulai terjual puluhan ribu per bulan. Mesin itu membebaskan para perempuan dari pekerjaan yang mengikat mereka selama dua hingga tiga jam sehari,” tutur Aiji.
"Reputasinya menyebar dan para ibu rumah tangga mengirimkan banyak surat ucapan terima kasih. Beberapa di antaranya diberikan kepada ibu saya dan saat itu dia sedang sakit di tempat tidur dan dia mulai menangis ketika membacanya. Saya pikir dia merasa telah mencapai sesuatu yang hebat dalam hidupnya,” tutupnya.
(Djanti Virantika)