JAKARTA - Hampir 20 tahun lalu, Chaim Joel Fetter, seorang pengusaha internet sukses di Belanda mendapati satu momen yang mengubah segalanya. Saat melakukan perjalanan backpacking di Lombok pada tahun 2004, ia bertemu Adi, seorang anak jalanan bertelanjang kaki yang mengemis di lampu merah. Adi telah kehilangan kedua orang tuanya dan tinggal sendirian di bawah selembar terpal.
"Saat itu hati ini seperti ditinju, Saya tidak bisa melupakannya saat pulang ke rumah. Apa artinya kesuksesan yang saya genggam kalau masih ada anak-anak seperti Adi yang menderita?" kenang Fetter, dalam keterangannya dikutip Senin (28/4/2025).
Sangat tergerak, ia kembali ke Belanda, menjual perusahaannya dan kembali ke Indonesia. Bukan untuk cuti panjang, tetapi demi sebuah misi. Ia memeluk Islam, terinspirasi oleh kemurahan hati dan kehangatan orang-orang yang ditemuinya.
“Bahkan keluarga yang sangat miskin berbagi sedikit dari apa yang mereka miliki. Masuk Islam rasanya seperti menemukan keluarga dan makna hidup yang lebih dalam,” sambungnya.
Namun, motivasi Fetter tidak semata-mata terinspirasi dari apa yang ia lihat, melainkan berakar dari pengalaman hidupnya sendiri. Setelah orang tuanya bercerai, ia ditempatkan di panti asuhan di Belanda saat berumur 6 tahun.
“Saya tahu rasanya menjadi anak yang tidak dipedulikan siapa pun. Perasaan diabaikan itu tidak pernah benar-benar hilang. Saya masih sering mimpi buruk, memimpikan saat orang tua saya meninggalkan saya di sana, dan saya berlari mengejar mereka. Saya bertekad untuk membangun tempat di mana anak-anak bisa pulih, disayangi, dan merasa seperti di rumah,’ ucapnya.
Pada tahun 2006, ia bersama istri dan beberapa teman dekat mendirikan Yayasan Peduli Anak dan membuka Pusat Kesejahteraan Anak pertama di Lombok. Dibangun di atas lahan seluas 2,2 hektare, fasilitas ini mencakup 14 rumah berkonsep keluarga, sebuah masjid, sekolah dasar dan menengah pertama, klinik kesehatan, lapangan olahraga, dan kebun organik.
Setiap rumah diasuh oleh seorang ibu asuh terlatih, menciptakan lingkungan keluarga yang stabil dan penuh kasih sayang. Sejak saat itu, Yayasan Peduli Anak telah mendukung ribuan anak. Banyak di antara mereka yang telah lulus kuliah dan kembali bekerja di pusat ini sebagai guru, konselor, perawat, dan akuntan. Yayasan ini telah meraih berbagai penghargaan nasional, termasuk Piagam Apresiasi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Pada tahun 2019, seiring dengan meningkatnya permintaan dan mencuatnya kisah anak terlantar di daerah terpencil, Yayasan Peduli Anak memperluas misinya ke Sumbawa, sebuah pulau tertinggal dengan akses layanan pemerintah yang sangat terbatas dan penelantaran anak merupakan hal tragis yang sayangnya lumrah terjadi.
"Ini sangat memilukan. Kami mendengar kisah anak-anak yang ditinggalkan karena orangtuanya menikah lagi atau pergi merantau untuk bekerja. Ada yang tidur di gubuk terbengkalai. Bahkan, ada yang tidak makan berhari-hari,” kata dia.
Jika bantuan mendesak tidak segera datang, lebih dari 150 anak rentan di Sumbawa, Indonesia, mungkin tidak punya pilihan selain tidur di lantai rumah baru mereka. Tanpa ranjang dan perlengkapan penting lainnya, fasilitas yang dibangun Yayasan Peduli Anak ini masih belum siap digunakan sepenuhnya.
150 anak yang telah dirujuk belum bisa menempati rumah-rumah tersebut. Mereka tetap berada dalam bahaya, tidur di lingkungan yang tidak stabil dan tidak aman, sementara dua belas rumah indah yang telah dibangun untuk anak-anak masih kosong dan belum bisa dihuni.
Pusat Kesejahteraan Anak Peduli Anak, sebuah proyek yang telah dikerjakan hampir lima tahun, kini 95% telah rampung. Ruang kelas sudah siap, para ibu asuh telah dilatih, dan dua belas rumah indah berdiri kokoh. Namun sayangnya, semua rumah itu belum dilengkapi perabotan. Tanpa ranjang dan perlengkapan penting lainnya, fasilitas ini masih belum siap digunakan sepenuhnya.
"Ada 150 anak yang sudah menunggu untuk tinggal di pusat ini. 150 anak lainnya dari desa sekitar siap untuk bersekolah dan makan bersama kami setiap hari," ungkap Chaim Joel Fetter.
Hingga kini, lebih dari 8.000 orang Indonesia telah berdonasi. Anak-anak sekolah mengadakan penggalangan dana dengan menjual aksesori buatan mereka, seperti gelang dan kalung dari manik-manik. Banyak masyarakat turut menyumbang setelah mengetahui misi kami melalui media sosial. Beberapa pemilik usaha lokal juga menyelenggarakan acara penggalangan dana.
"Ini telah menjadi proyek milik bersama. Bahkan orang-orang yang belum pernah ke Sumbawa ikut menyumbang, karena mereka percaya pada apa yang sedang kami lakukan," ujarnya.
“Dukungan itu sangat berarti bagi kami dan anak-anak di Lombok, dan kami percaya semangat tersebut tetap hidup hingga kini,” sambungnya.
(Qur'anul Hidayat)